
Direktur Eksekutif LP2AD Victor Irianto Napitupulu. *ist
Jakarta, RIC – Lembaga Pemantau Penyimpangan Aparatur Daerah (LP2AD) mendesak Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk bersikap tegas melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) merangkap jabatan di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).
Direktur Eksekutif LP2AD Victor Irianto Napitupulu menilai, praktik rangkap jabatan tidak hanya melanggar prinsip etika birokrasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan konflik kepentingan yang dapat merugikan publik.
Aturan mengenai larangan rangkap jabatan sudah sangat jelas, baik dalam ketentuan kepegawaian maupun praktik di tingkat nasional.
Menurut Victor, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah tegas melarang rangkap jabatan bagi Wakil Menteri di BUMN. Hal ini diharapkan dapat menjadi contoh agar ASN di Pemprov DKI juga tidak rangkap jabatan di BUMD, baik di jajaran Komisaris maupun Dewan Pengawas.
“Kalau Wakil Menteri yang notabene pejabat tinggi negara saja dilarang rangkap jabatan karena berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, maka ASN Pemprov DKI juga harus tunduk pada prinsip yang sama. Rangkap jabatan hanya akan menimbulkan masalah, baik dari sisi transparansi maupun akuntabilitas,” jelas Victor dalam keterangan tertulis yang diterima redaksi realitasindonesia.com, Rabu (3/9/2025).
Victor mencontohkan, sejumlah ASN DKI Jakarta yang menjadi komisaris di BUMD adalah Michael Rolandi Cesnanta Brata yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Pengelola Keuangan Daerah (BPKD) sekaligus menjadi Komisaris di PT Bank Jakarta.
Keberadaan ASN dalam jajaran Dewan Pengawas atau Komisaris BUMD bisa memicu tumpang tindih kewenangan. Sebagai pejabat publik, ASN memiliki kewajiban untuk mengawal kebijakan yang berpihak pada masyarakat. Namun, jika bersamaan dengan itu mereka juga menjabat di BUMD, maka ada potensi keputusan yang diambil justru lebih condong kepada kepentingan korporasi.
“BUMD itu adalah badan usaha yang berorientasi pada bisnis sekaligus pelayanan publik. Ketika ASN duduk di dalamnya, sulit untuk memisahkan kepentingan sebagai pengambil kebijakan publik dengan kepentingan perusahaan. Hal ini berbahaya karena membuka peluang penyalahgunaan kewenangan,” tegas Victor.
Selain itu, Victor juga menyinggung soal integritas birokrasi. Rangkap jabatan menciptakan kesan posisi di BUMD bisa dijadikan ‘tambahan kekuasaan’ atau bahkan ‘tambahan penghasilan’ bagi ASN. Hal ini merusak semangat reformasi birokrasi yang tengah digaungkan pemerintah.
“Ombudsman, KASN dan aparat pengawas internal seharusnya ikut mengawasi praktik ini. Tidak boleh ada toleransi. ASN adalah abdi negara,” ucapnya.
Victor meminta agar Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung untuk segera melakukan inventarisasi jabatan ASN yang merangkap jabatan di BUMD.
“Penertiban ini adalah bagian dari tanggung jawab kepala daerah dalam menegakkan tata kelola pemerintahan yang bersih. Jangan sampai DKI Jakarta yang menjadi barometer nasional justru memberi contoh buruk dalam praktik birokrasi,” tambahnya.
Victor optimistis, jika aturan ini ditegakkan maka kinerja BUMD akan lebih profesional karena didukung tenaga yang fokus pada bidang bisnis, sementara ASN bisa berkonsentrasi menjalankan tugas pelayanan publik. Dengan demikian, dua fungsi penting ini tidak akan saling berbenturan.
“Dengan mematuhi larangan rangkap jabatan, Pemprov DKI akan mendapat kepercayaan lebih dari masyarakat. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga soal moralitas dan keadilan bagi warga yang ingin melihat pemerintah berjalan transparan, profesional dan akuntabel,” pungkas Victor. *dre