
Gedung Balaikota Jakarta. *ist
Jakarta, RIC – Badan Kepegawaian Negara (BKN) melarang gubernur baru atau baru dilantik nanti mengangkat staf khusus dan tenaga ahli selain untuk efisiensi anggaran atau mencegah pemborosan juga tidak terkontaminasi kepentingan politik dalam pengangkatan pejabat merupakan langkah bijak bahkan bisa dikatakan suatu terobosan.
Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah mengatakan hal ini, Senin (10/2/2025). Dikatakan bijak karena itu sejalan, sesuai serta searah Inpres No 1 tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran di tengah ekonomi yang sulit, rakyat banyak hidup susah.
Dengan adanya staf ahli atau staf khusus, kata Amir, tentu memerlukan fasilitas ruangan atau perkantoran dan tentu saja memerlukan anggaran. Dan, ini tidak sejalan dengan tujuan efisiensi anggaran.
Dikatakan terobosan, menurut Amir, karena mengangkat tenaga ahli dan staf khusus sudah biasa terjadi, lebih-lebih bila pimpinan daerah yang baru dari orang partai. Dan, itu tidak lepas dari kepentingan politik. Dan, ini bisa terjadi konflik kepentingan bila banyak partai pendukungnya atau koalisi banyak partai yang kepentingan perlu diakomodasi.
“Dalam situasi seperti ini, tentu terjadi konflik kepentingan, lantas tenaga ahli dan staf khusus partai mana yang harus diangkat. Karena itu langkah BKN sudah betul. Suatu terobosan yang harus didukung,” tegas Amir.
Amir menambahkan, dengan tidak ada staf ahli dan staf khusus, gubernur baru benar-benar gubernur rakyatnya dan bersama aparat di lingkungan pemerintahannya membangun wilayahnya untuk kepentingan rakyat bukan kepentingan partai pendukung.
Di samping itu, tanpa staf khusus atau tenaga ahli, para pejabat yang ingin bertemu gubernur tidak perlu harus melalui staf ahli atau staf khusus tetapi bisa langsung bertemu gubernur. Gubernur dan bawahannya harus satu dan bersatu membangun daerahnya demi rakyat.
Dalam mutasi atau promosi jabatan, lanjut Amir, gubernur perlu percaya pada tim seleksi jabatan dan kepangkatan karena kepercayaan pada bawahan itu sangat penting dan tidak bagus dalam pemerintahan bila ada intervensi dari pihak lain seperti tenaga ahli atau staf khusus.
Amir memberi contoh, misalnya, ketika Jakarta dipimpin Surjadi Soedirdja dan Sutiyoso, mereka tidak membawa staf khusus atau tenaga ahli. Mereka hanya membawa sopir. Mereka percaya penuh pada pegawainya yang akan sama-sama membangun Jakarta. (as)