
Jakarta, RIC – Bisa saja penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sesuai jadwal yang telah ditetapkan dalam Badan Musyawarah (Bamus), bisa juga ditunda atau diulur sesuai keinginan, kehendak dan perhitungan taktis dan politis. Pastinya, LHP disampaikan secara resmi dalam sidang paripurna dan terbuka untuk masyarakat.
Sidang terbuka untuk masyarakat agar mengetahui kinerja para birokrat Pemprov DKI Jakarta dan politisi DPRD DKI Jakarta dalam mengelola dan membelanjakan APBD TA 2023 sebesar Rp83 Trilyun lebih itu. Dalam pelaksanaan pengelolaan APBD yang telah berlalu setahun itu apakah sudah sesuai mekanisme perundang undangan yang berlaku atau ada penyimpangan keuangan yang merugikan negara atau keuangan daerah.
Menurut Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah, LHP BPK tersebut menjadi sumber hukum dan alat bukti bagi Aparat Penegak Hukum (APH) menindaklanjuti ke ranah hukum.
“Banyak contoh kasus hukum dugaan korupsi berawal dari LHP BPK. Semisal kasus Rumah Sakit Sumber Waras, semasa Gubernur DKI dijabat Basuki Tjahaya Purnama atau Ahok,” ungkap pelapor pertama dugaan korupsi RSSW ke KPK yang diterima Bagian Pengaduan Masyarakat berinisial F, Kamis (25/7/2014).
Lalu, kasus penjualan tanah Cengkareng, Munjul, Pulo Gebang, Lapangan Sepak Bola Bendungan Hilir, sewa pengelolaan aset daerah dan sejumlah kasus lainnya.
“Sekarang ini, yang terkini, sudah ada anggota DPRD DKI yang diselidiki aparat penegak hukum terkait pengadaan tanah di Jakarta Barat,” terang Amir.
Siapa anggota DPRD DKI dimaksud? Amir tidak menjelaskannya.
“Tunggu saja,” ujarnya singkat.
Lalu Amir pun merujuk pengeledahan gedung DPRD DKI yang dilakukan KPK pada medio Februari 2023 —hampir setahun setengah berselang— kini sudah menunjukkan ada titik terang yang selama ini menjadi pertanyaan, bagaimana tindaklanjut hasil pelengedahan tersebut.
Saat itu, KPK menyambangi ruangan Komisi C, ruang Ketua DPRD DKI dan sejumlah ruangan fraksi. Sejumlah dokumen dibawa KPK.
Baca juga: Tarik Ulur LHP BPK Siapa Untung
Masih menurut Amir, tidak hanya soal dugaan korupsi dalam pengadaan tanah tapi juga sejumlah proyek pembangunan.
“Paling tidak seperti pembangunan pelabuhan beberapa pulau di Kepulauan Seribu dan pembangunan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja di Jalan Kebon Sirih,” kata Amir.
Tidak ketinggalan pula beberapa program di lingkungan DPRD DKI.
“Program kunjungan kerja yang tetap masih dipertanyakan adalah output dari hasil kunjungan. Bukan sekadar berkas laporan kunker yang menumpuk tapi yang menjadi rancangan Perda atau kebijakan lainnya. Lalu, Program Sosialisasi Perda atau Sosper. Untuk program ini sebetulnya bukan tugas pokok dan fungsi DPRD, melainkan bagian humas Pemprov atau Sekretariat DPRD DKI,” tegas Amir.
Pada bagian akhir Amir menyatakan, apapun penilaian LHP BPK tentang Pelaksanaan APBD DKI Jakarta TA 2023, baik Disclaimer, Wajar Dengan Pengecualian atau Wajar Tanpa Pengecualian, tetap akan jadi alas hukum bagi aparat hukum untuk menindaklanjutinya.
‘Apapun kategori penilaian LHP BPK tidak menjadikan pejabat atau politisi bebas dari penyelidikan dan penyidikan aparat hukum,” tandas Amir. *man