
PIMPINAN Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta sudah sah dan resmi sejak pelantikan atau pengambilan sumpah jabatan di rapat paripurna DPRD DKI Jakarta, Jumat (4/10/2024).
Pimpinan DPRD DKI Jakarta itu terdiri dari Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin. Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta: Ima Mahdiah; Rany Mauliani; Wibi Andrino dan Basri Baco.
Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin usai pelantikan menegaskan, pembahasan Rencana Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (RPABD) DKI Jakarta Tahun Anggaran 2025 akan difokuskan pada persoalan warga Jakarta.
Permasalahan yang bersentuhan dengan rakyat Jakarta, antara lain: pendidikan, kesehatan, banjir dan macet. Fokus utama adalah pendidikan termasuk sekolah gratis. Apa yang dikemukakan Ketua DPRD DKI Jakarta Khoirudin, sangat benar.
APBD DKI Jakarta itu untuk rakyat bukan untuk siapa – siapa. Bukan pula untuk hura – hura atau bagi – bagi anggaran ke Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) DKI Jakarta atau Hibah.
Berbagai persoalan yang menyelimuti masyarakat Jakarta, itu bukan hal baru. Persoalan itu terjadi dari tahun ke tahun, dari waktu ke waktu, bulan ke bulan bahkan dari hari ke hari.
Pemukiman kumuh pun, persoalan lain yang tidak bisa diabaikan. Banyak rakyat Jakarta tinggal di bawah bangunan kumuh dan reot di berbagai wilayah. Bahkan di sepanjang rel kereta api, di tengah gemerlap kota dengan bangunan megah menjulang tinggi, berderet hunian kumuh.
Model pembangunan semacam ini yang mungkin dikatakan Peter L Berger “Piramida Korban Manusia”. Karena itu, bila benar DPRD DKI Jakarta ingin APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran 2025 Fokus pada persoalan rakyat maka harus cerdas dalam membahas RAPBD 2025.
Artinya alokasi anggaran untuk kepentingan rakyat harus dialokasikan lebih besar lagi agar masalah yang dialami, dirasakan masyarakat, berkurang dari waktu ke waktu. Miskin berkurang, pendidikan merata dan berkualitas, kekumuhan makin hari kian berkurang. Begitu pula kemacetan dan banjir.
Konsekuensinya, penyediaan anggaran untuk yang lain berkurang. Dengan kata lain, alokasi untuk kepentingan lain harus dicermati betul agar anggaran terbatas tidak sia-sia, mubazir apalagi pemborosan dan disalahgunakan.
Semisalnya, anggaran untuk BUMD, Hibah atau lainnya harus dipelajari benar – benar. Bagaimana dengan BUMD yang tidak pernah memberi manfaat. Malahan setiap tahun mendapatkan suntikan dari Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta. Wajar tidak, sebagai BUMD seharusnya memberi keuntungan malahan sebaliknya yang terjadi, setiap tahun menguras APBD dalam bentuk penyertaan modal.
Begitu pula dengan dana hibah. Pemberian dana hibah harus dikaji dan dipelajari sungguh-sungguh agar tidak salah sasaran. Kalau salah dalam pemberian hibah maka rakyat atau masyarakat Jakarta yang seharusnya mendapat perhatian utama jadi korban akibat ketidakcermatan memberi hibah.
Juga, tidak kalah penting adalah kunjungan kerja yang dikenal dengan kunker, baik dalam negeri atau pun luar negeri. Apa harus setiap saat? Apa harus setiap tahun ke luar negeri? Bagaimana dampaknya atau manfaatnya bagi pembangunan Jakarta?
Ini semua, memerlukan kerja keras, fokus dan cermat membahas RAPBD DKI Jakarta tahun 2025, kalau memang tujuannya untuk kemajuan masyarakat Jakarta. Dan Supaya warga Jakarta maju diperlukan pemimpin atau orang – orang disiplin dan bertanggung jawab membahas RAPBD Jakarta.
Seperti dikemukakan mantan Perdana Menteri Singapore, Lee Kuan Yew, suatu bangsa atau masyarakat kalau mau maju, pertama diperlukan dua hal dasar atau utama yakni disiplin dan pemimpin bertanggung jawab. Dalam hal ini bisa saja, disiplin dan bertanggung jawab membahas anggaran untuk kemajuan dan kesejahteraan rakyat Jakarta.
Semoga apa yang menjadi tujuan yakni melayani rakyat, bekerja untuk rakyat terlihat jelas kemajuannya dari tahun ke tahun. Baik dunia pendidikan, kesehatan, macet, banjir, kekumuhan maupun berkurangnya kemiskinan.
Untuk itu, tujuan mulia melayani rakyat Jakarta perlu direnungkan dan dilaksanakan agar para wakil rakyat yang bekerja dan melayani rakyat menjadi nyata bukan narasi indah dan bukan sekadar omon – omon atau basa – basi politik. (andreas)