
PJLP Pemprov DKI Jakarta. */ilustrasi

Jakarta, RIC – Pernyataan Mendagri Tito Karnavian perihal tenaga honorer atau PJLP cukup menohok. Bagaimana tidak? Sinyalemen selama ini, siapapun berhasil duduk sebagai anggota legislatif atau kepala daerah yang baru terpilih, dipastikan akan bawa rombongan “sekampung” untuk dijadikan tenaga honorer atau PJLP bagi anggota Tim Suksesnya.
Menurut Mendagri, keberadaan tenaga honorer dari Timses memberatkan anggaran. Bikin bengkak anggaran. Dus, kendati “inang” sudah purna tugas, tenaga honorer tetap minta dipertahankan bahkan naik level atau peringkat menjadi P3K bahkan PNS.
Baca Juga: Mendagri: Banyak Tenaga Honorer Pemda Titipan Tim Sukses
Naga – naganya, soal orang “sekampung” yang bakal dihonorerkan atau di-PJLP-kan juga bakal melanda Sekretariat DPRD DKI Jakarta. Kabar yang berhembus, puluhan mungkin juga ratusan calon honorer atau PJLP sudah diminta fraksi tertentu di DPRD DKI Jakarta, mungkin juga SKPD – SKPD lainnya.
Menanggapi hal tersebut, Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah menyatakan, Sekretariat DPRD DKI harus mengikuti Kemendagri.
“Kemendagri harus membuat aturan dan batasan jumlah orang dan masa kerja yang jelas soal tenaga honorer atau PJLP titipan yang berasal dari tim sukses anggota legislatif atau kepala daerah,” tegas Amir.
Tak hanya itu, soal tenaga honorer atau PJLP juga harus dipertegas dan diperjelas kewenangan intitusi mana?
“Terkait aparatur sebenarnya tenaga honorer, PJLP, PPSU atau sejenisnya merupakan kewenangan penuh eksekutif bukan legislatif atau dorongan fraksi tertentu. Jadi, honorer atau PJLP di DPRD merupakan wewenang Sekretariat DPRD bukan fraksi tertentu,” ujar Amir.
Ordal
Soal tenaga honorer, PJLP atau PPSU, menurut cerita mantan PJLP di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup, bukan hanya dari Timses anggota DPRD atau kepala daerah tapi juga “orang dalam” (ordal).
“Saya merasa terasing,” aku Iwan, menceritakan kondisi yang dialami saat menjadi tenaga PPSU.
Menurut Iwan, PPSU di DLH berkelompok menurut daerah asal pembawa atau ordal.
“Ada kelompok Serang, Indramayu dan beberapa daerah lainnya,” cerita Iwan.
Malah, lanjut Iwan, ada tenaga honorer yang lebih dipercaya ketimbang PNS DLH. Tenaga honorer ini, semasa TPST Bantar Gebang dikelola pihak swasta, tersebut terkait dengan salah satu fraksi DPRD DKI Jakarta.
Jaringan Mafia
Sementara informasi lainnya, ada tenaga ahli dan honorer dari fraksi di DPRD DKI menjadi penghubung antara dinas terkait dengan oknum anggota DPRD DKI dari fraksi tertentu terkait dengan proyek APBD. Lebih gila, tenaga honorer yang ditempatkan di SKPD terkait menjadi “mata dan kuping” untuk mengawasi kegiatan proyek yang ada di SKPD terkait.
Keberadaan tenaga honorer, PJLP, PPSU, staf ahli dan tenaga ahli dari fraksi tertentu tak ubahnya seperti jaringan mafia. Bisa juga dikatakan, jaringan honorer ini tak lebih dari nunut urip atau numpang hidup. Dibayar pakai dana APBD tapi lebih setia kepada inangnya. Parasit. *tim ric