
Dari kiri ke kanan: Rizal Maulana Malik (Moderator), Jumhur Hidayat, Zainulinasichin dan Wakil Kamal (Nara Sumber). *ist
Jakarta, RIC – Presiden Prabowo Subianto diyakini akan mengoreksi pemerintahan Joko Widodo dalam hal kebijakan Tenaga Kerja Asing (TKA) yang dianggap sangat longgar dan terkesan pro asing. Digantikan dengan kebijakan pro Tenaga Kerja Indonesia (TKI) atau lokal. Hal tersebut dikatakan Ketua Umum Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jumhur Hidayat saat acara diskusi dgn tema Tenaga Kerja Asing Ilegal di Kebayoran, Jakarta Selatan, Senin (27/5/2025).
Diskusi tersebut antara dipantik berita, adanya warga negara Singapura berinisial TCL dilaporkan oleh masyarakat ke Dirjen Binapenta, Kemnaker karena diduga tidak mengantongi izin ketenagakerjaan di Indonesia sejak 2018. Dalam laporan masyarakat itu, TCL bekerja di tiga perusahaan besar dan salah satunya perusahaan berstatus Penanaman Modal Asing (PMA). Di salah satu perusahaan ini, TCL menjabat sebagai salah satu direksi.
Jumhur mengkritisi, kebijakan TKI di masa pemerintahan Jokowi tidak lazim diberlakukan di dunia internasional. Karena di dunia internasional, kebijakan tenaga kerja dibuat bukan semata melindungi dan menguntungkan investor asing, melainkan justeru harus menguntungkan pemerintah dan tenaga lokal. Karenanya, mantan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) yang kemudian diubah menjadi Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), minta semua pihak agar proses penempatan TKA ditinjau ulang. Tujuannya agar warga negara Indonesia mendapat prioritas dalam hal pekerjaan.
Pernyataan Jumhur Hidayat yang dikenal sebagai mantan aktivis dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dan pernah dipenjara pada tahun 1989-1992 karena terlibat dalam aksi mahasiswa yang menolak kedatangan Menteri Dalam Negeri, Rudini diamini anggota Komisi IX DPR RI, Zainulinasichin. Sesuai dengan Asta Cita, visi dan orientasi pembangunan Presiden Prabowo sangat kerakyatan. Seperti tercermin dari pendirian Sekolah Rakyat, makan gratis bergizi, koperasi merah putih, dan sebagainya Meski demikian, Zainul minta, agar visi dan program kerja tersebut tidak hanya dipidatokan, melainkan harus dilaksanakan secara konkrit dan konsisten.
Salah satu ujiannya pada kasus TCL, dimana tenaga kerja asing yang bekerja di dua perusahaan tapi hanya melaporkan satu perusahaan. Meskipun sudah mendapat sanksi administratif dari Kemenaker berupa denda, harusnya ada sanksi pidana yang dikenakan. Pasalnya yang bersangkutan sudah melakukan pelanggaran pidana. Tujuannya agar negara kita disegani oleh warga negara asing. Zainul memastikan, DPR akan segera memanggil Menaker dan Dirjen Imigrasi untuk menggelar rapat kerja dengan agenda antara lain membahas seputar kasus ini.
Sementara Direktur Masyarakat Hukum Indonesia (MHI) Wakil Kamal berpendapat, pengusutan kasus suap TKA oleh KPK menunjukkan aparat ketenagakerjaan yang seharusnya menegakkan aturan terhadap TKA untuk kepentingan negara, justeru disalahgunakan untuk memperkaya pribadi.
“Nah ini yang sering saya sampaikan, kalau terjadi kongkalikong dan suap, maka penegakan hukum terhadap para TKA tidak akan maksimal. Mereka suap para aparat, dan bekerja dengan bebas tanpa setor pajak,” tegasnya.
Menurutnya, pengawasan dan penegakan hukum terhadap para TKA justru semakin lemah, dan pada akhirnya akan merugikan keuangan negara. Pajak dan insentif bagi negara tidak bisa ditarik secara maksimal. Kalaupun TKA yang melanggar itu diberikan sanksi, imbuhnya paling sanski paling ringan, bersifat administrasi. Padahal seharusnya bisa diberikan tuntutan pidana maksimal yang bisa membuat efek jera.
Wakil Kamal menambahkan, untuk dapat mengenakan sanksi tegas terhadap pelanggar pengaturan ketenagakerjaan harus diberantas dari hulu. Yakni: adanya indikasi kongkalingkong atau ‘hengki pengki’ antara pengusaha dnegan penguasa. (abah/man).