
Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah.
Jakarta, RIC – Indonesia lagi geger. Kondisi ini dipantik pencopotan Letnan Jenderal Kunto Arief Wibowo dari posisi Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I menjadi Staf Khusus KSAD oleh Panglima TNI Agus Subianto.
Masyarakat bereaksi. Masyarakat beranggapan pencopotan Letjen Kunto imbas pernyataan dukungan sesepuh TNI, yakni Jenderal (Purn) TNI Tri Sutrisno —ayah Letjen Kunto— yang mendukung delapan sikap Forum Purnawirawan Prajurit TNI.
Dari delapan butir sikap tersebut diantaranya untuk memakzulkan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Masyarakat menilai, keputusan Panglima TNI dianggap pesanan mantan Presiden Joko Widodo. Masyarakat pun menuding Panglima TNI bagian “Genk Solo” yang tetap berkehendak mempertahankan dominasi Jokowi dalam lingkaran pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Tak berselang lama, pencopotan Letjen Kunto Arief Wibowo dibatalkan Panglima TNI.
Strategi Senyap
Terkait kondisi tersebut Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah menyatakan, Presiden Prabowo Subianto tampaknya tengah memainkan strategi senyap nan elegan dalam menghadapi dinamika politik pasca-Pemilu 2024, terutama dalam menyikapi manuver politik mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan lingkar kekuasaan yang sering disebut sebagai “Geng Solo”.
Prabowo layaknya pelatih sepak bola berpengalaman, seperti Jose Mourinho. Dia tidak meladeni serangan secara frontal. Diam, tenang, tetapi mengamati celah dan kelemahan lawan untuk satu serangan yang mematikan.
Prabowo paham betul siapa yang sedang dihadapinya. Dua kali dikalahkan Jokowi dalam Pilpres 2014 dan 2019 bukan hal yang mudah dilupakan.
“Itu adalah sinyal kuat Jokowi punya daya pikat di masyarakat. Dan Prabowo tidak mengabaikan fakta itu,” kata Amir, Minggu (4/5/2025).
Namun, Amir juga menegaskan Prabowo mengetahui ambisi Jokowi yang belum sepenuhnya padam, bahkan setelah masa jabatan resminya berakhir. Isu “tiga periode” yang sempat berhembus masih menyisakan jejak dalam bentuk kontrol tidak langsung terhadap pemerintahan, baik melalui posisi anaknya Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden terpilih, maupun loyalis-loyalisnya yang tersebar di berbagai lembaga.
Momentum Penting
Salah satu momentum penting yang menjadi sorotan adalah kasus pencopotan Letjen TNI Kunto Arief Wibowo dari jabatan Pangkogabwilhan I. Kunto, yang merupakan putra Wakil Presiden ke-6 RI, Jenderal (Purn) TNI Tri Sutrisno, tiba-tiba digeser menjadi Staf Khusus Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
Situasi menjadi menarik setelah muncul kabar bahwa Try Sutrisno bersama Forum Purnawirawan TNI menyuarakan pemakzulan terhadap Gibran karena dianggap lahir dari proses yang cacat konstitusi.
Amir menilai, ada keterkaitan kuat antara pernyataan tersebut dan pencopotan anaknya dari jabatan strategis di tubuh TNI.
“Namun di sinilah kecerdasan Prabowo bermain. Sebagai Panglima tertinggi TNI, Prabowo mengambil alih kendali dan langsung membatalkan pencopotan tersebut,” ujar Amir.
Ini bukan hanya soal menjaga profesionalisme militer tapi juga memberi pesan bahwa kendali sipil atas militer kini benar-benar berada di tangan Prabowo, bukan lagi dalam bayang-bayang Jokowi.
Amir melanjutkan, berbeda dengan elite politik lainnya, Prabowo memilih tidak melawan Jokowi secara terbuka. Ia justru membiarkan opini publik berkembang secara organik.
Kritik terhadap Jokowi, terutama menyangkut nepotisme, dinasti politik, dan penunjukan jabatan strategis oleh orang-orang Solo, kini datang dari masyarakat sipil, tokoh bangsa bahkan internal partai.
Prabowo menyadari jika dia yang menyerang, masyarakat akan menganggap ini dendam masa lalu. Maka ia membiarkan rakyat yang menilai sendiri.
Di balik ketenangannya, Amir melihat Prabowo sedang melakukan konsolidasi besar-besaran, baik di internal pemerintahan maupun partai politik. Gerindra kini semakin solid dan Prabowo mulai membangun aliansi baru, termasuk dengan kelompok nasionalis moderat, militer senior, serta elite birokrasi profesional.
Langkah Prabowo juga dinilai sebagai persiapan menuju 2029. “Dia sadar, Gibran akan menjadi rival berat jika didukung penuh oleh sisa kekuatan Jokowi. Tapi Prabowo tidak ingin buru-buru. Dia bangun kekuatan dulu, ia tahu bahwa waktu dan momentum akan menjadi kunci,” tambah Amir.
Strategi diam, manuver senyap, namun penuh perhitungan yang dilakukan Prabowo menjadi babak baru dalam politik Indonesia. Dalam bayang-bayang masa transisi kekuasaan, ia menunjukkan bahwa panggung kini bukan hanya milik Jokowi dan Geng Solo — Prabowo, sang Panglima, telah mengambil alih kendali dengan cara yang tak terduga. *man