
Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah. *dok/ric
Jakarta, RIC – Presiden Prabowo Soebianto harus berani mengevaluasi program makan bergizi gratis (MBG). Evaluasi perlu dilakukan karena banyak penolakan. Mereka meminta pendidikan gratis bukan MBG.
Hal ini ditegaskan Pengamat Kebijakan Publik Amir Hamzah, kepada realitasindonesia.com, Rabu (19/2/1025), terkait banyak penolakan program MBG termasuk mahasiswa. Mereka meminta dan menuntut MBG dievaluasi dan mengharapkan pemerintah mengutamakan pendidikan atau kuliah gratis bagi generasi penerus masa depan bangsa.
Evaluasi program MBG, kata Amir, bukan berarti mengabaikan janji kampanye MBG. Janji MBG tetap direalisasikan dengan bentuk berbeda. Daerah atau wilayah yang satu berbeda penerapan program MBG dengan daerah lain, sesuai dan seiring permintaan masyarakat.
Ada daerah memerlukan MBG. Tetapi, ada wilayah lain, merasa bukan MBG tetapi pendidikan gratis paling mendesak dan diperlukan. Dengan demikian, tidak harus sama penerapan program MBG di setiap wilayah atau daerah.
Kalau suatu daerah, lanjut Amir, lebih membutuhkan pendidikan gratis mengapa harus memaksakan MBG. Tuntutan dan keinginan daerah itulah seharusnya dipenuhi karena daerah paling tahu apa yang menjadi kebutuhan mendasar dan mendesak untuk kemajuan generasi anak bangsa.
Amir menambahkan, daerah Maluku dan Papua, misalnya, makan papeda dan ubi sudah biasa dan tidak ada masalah sehingga tidak perlu dipaksakan MBG. Persoalan paling mendasar, mungkin pendidikan, karena itu pendidikan gratis semestinya diberlakukan bukan MBG.
Bukan tidak mungkin, tambah Amir, daerah lain pun sama, lebih mengharapkan pendidikan gratis. Bagi mereka makan ubi, jagung, singkong dan sayur yang tinggal ambil dari kebun bukan masalah bagi mereka. Justru pendidikan menjadi persoalan buat mereka karena ketidakmampuan dan ketidakberdayaan secara ekonomi.
“Makan papeda, ubi, jagung dan lainnya juga tidak kalah kemampuannya. Otaknya normal- normal saja. Ikan mungkin tinggal ke pantai pasal kail atau jaring. Karena itu kalau memang pendidikan yang menjadi persoalan dasar maka itu seharusnya diselesaikan dan tidak perlu memaksakan MBG,” ujar Amir sambil menambahkan perlu keberanian dan kerelaan untuk mengevaluasi program MBG.
Amir menambahkan, sekarang kalau memang siap, mau dan berani mengevaluasi MBG maka Presiden tinggal berdialog dengan pimpinan atau masyarakat daerah agar tidak semua daerah harus seragam menerapkan program MBG tetapi menyesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Ini kesempatan karena masih di awal pemerintahan. Dan, sangat demokratis. Mungkin inilah suara rakyat, suara Tuhan yang saatnya kita dengarkan. (as)