
Gerakan anti korupsi yang melibatkan pelajar dan mahasiswa yang berlangsung belum lama ini di Gedung Serba Guna Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Selatan. *ist
Jakarta, RIC – Inspektorat Provinsi DKI Jakarta terus melangkah dengan gerakan anti korupsi. Kali ini, Inspektorat DKI Jakarta menyelenggarakan kegiatan dengan tema “Edukasi Gerakan Anti Korupsi, Pencucian Uang, Bullying, Judi Online dan Pungutan Liar (Pungli) melalui Bus Anti Korupsi” bagi siswa-siswi Sekolah Menengah Atas (SMA) dan mahasiswa di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan.
Kegiatan yang berlangsung di gedung Serba Guna Taman Margasatwa Ragunan Jakarta Selatan, Selasa (19/11/2024) ini menghadirkan, nara sumber dari Inspektorat Pengawasan Daerah, Polda Merto Jaya, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta, Unit Pencegahan Pungutan Liar (UPPL) Provinsi DKI Jakarta, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Edukasi gerakan anti korupsi yang menghadirkan sekitar 300 orang, ini untuk membangun budaya berintegritas anti korupsi menjadi sebuah gerakan sejak usia dini. Hal ini penting karena usia dini dalam pendidikan berperan penting dan strategis dalam membentuk manusia dengan pribadi unggul, berkarakter dan berintegritas. Edukasi gerakan anti korupsi ini juga bentuk komitmen untuk menciptakan pemimpin masa depan yang bebas dari korupsi dan praktik merugikan lainnya.
Kepala Seksi Penerangan Umum Kejakti DKI Jakarta Syahron Hasibuan dalam paparannya mengenai korupsi mengatakan, kegiatan kali ini sebagai bentuk sosialisasi bagi generasi muda dalam hal ini para siswa-siswi serta mahasiswa mengenai korupsi. Ditegaskan Syahron, korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang merugikan masyarakat, negara dan bangsa.
Syahron dalam kesempatan itu memberi contoh kasus dugaan korupsi yang menyeret Thomas Lembong yang belakangan ramai dibicarakan dan disoroti berbagai pihak. Banyak orang menilai Thomas Lembong tidak menerima aliran dana dan tidak menikmati sehingga tidak pantas dijadikan tersangka. Padahal tindak pidana korupsi tidak harus menerima aliran dana atau pun ikut menikmati. Kebijakan yang dilakukan seorang pejabat yang menguntungkan orang lain dan merugikan negara masuk dalam kategori tindak pidana korupsi.
Contoh lain mengenai korupsi yakni bantuan pemerintah untuk orang miskin. Dalam pelaksanaan, bukan hanya orang miskin yang menerima bantuan tetapi juga mereka yang berpenghasilan tidak tetap. Ini jelas, dua hal berbeda. Orang berpenghasilan tidak tetap tidak masuk kategori orang miskin sehingga tidak berhak menerima bantuan. “Ini harus dipahami agar tidak salah dalam pelaksanaan dan juga harus disadari setiap uang negara yang dikeluarkan harus dipertanggungjawabkan,” kata Syahron.
Sedang, Kombes Pol Ardianto selaku Auditor Madya Itwasda Polda Metro Jaya (PMJ) dalam paparan tentang pungli mengatakan, pungli adalah bentuk penarikan uang atau meminta uang yang tidak ada dasar hukum atau aturannya. Pungli bisa terjadi di sekolah semisal permintaan uang di luar uang sekolah yang sudah ditetapkan dan menjadi kewajiban yang harus dipenuhi orangtua murid. Karena itu, kata Ardianto, bila terjadi pungli, siswa harus berani melaporkan dengan disertai bukti kuat agar tidak menjadi fitnah. Dan, lanjutnya, pungli bisa terjadi di di bidang atau sektor pelayanan publik atau pelayanan perizinan. (as)