
Raden-Hanif, Wawakil Kerajaan Galuh. /Ist
Jakarta, RIC – Apa mau diam saja?
Ini kalimat awal dalam rilis yang diterima redaksi realitasindonesia.com dari Keluarga Besar Mahasiswa Galuh Jaya Jabodetabek (KBMGJJ), terkait meninggalnya Wawakil Kerajaan Galuh Raden Rasich Hanif Radinal, pada Kamis (12/9/2024), dalam eksekusi Rumah Makan “Sedjuk Bakmi dan Kopi Cilandak”.
Wafatnya Raden Rasich Hanif Radinal mengundang duka mendalam dan kemarahan. Kejadian tersebut mengandung ketidakwajaran karena ada unsur kesengajaan dari massa liar di balik aparat keamanan.
Bahkan, salah satu saksi mengatakan Raden Hanif mengalami serangan jantung setelah terkena pukulan di tangan oleh seseorang pria berpakaian bebas (preman) di lokasi kejadian.
Berdasarkan rilis tersebut, kejadian tewasnya Raden Hanif Radinal ini jelas memiliki indikasi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat. Pengabaian terhadap kesehatan dan keselamatan warga negara dalam proses eksekusi, ditambah lagi adanya kekerasan fisik yang terjadi, menunjukkan adanya tindakan sewenang – wenang yang tidak patut dilakukan.
Selain itu, kelalaian aparat kepolisian yang ada di lokasi kejadian patut disorot sebagai kelalaian dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya untuk memberikan rasa aman bagi warga negara.
Menurut KBMGJJ, Raden Rasich Hanif Radinal merupakan tokoh budaya Galuh yang memiliki peran besar dalam menjaga dan melestarikan budaya Galuh – Ciamis, Jawa Barat. Tentunya, sebagai masyarakat Ciamis, kejadian ini memicu kemarahan, adanya indikasi pelanggaran HAM berat perlu diusut dan menuntut pihak Kapolres Jakarta Selatan untuk bertanggung jawab atas hilangnya nyawa seorang warga negara yang diakibatkan oleh kelalaian yang dilakukan oleh Kepolisian Jakarta Selatan.
Kronologi dan Pelanggaran Hukum
Tewasnya Raden Rasich Hanif Radinal terjadi dalam eksekusi yang dilakukan oleh Juru Eksekusi Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas Rumah Makan “Sedjuk Bakmi dan Kopi Cilandak” di Jalan Lebak Bulus III/15, RT 08/04, Kelurahan Cilandak Barat, Kecamatan Cilandak, Kota Jakarta Selatan pada Kamis (12/09/2024).
Peristiwa tersebut terjadi usai Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Austri Mainur membacakan penetapan eksekusi yang ditandatangani Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hal tersebut didasarkan pada Sertifikat Hak Milik Nomor 723/Cilandak Barat atas nama dirinya. Selain itu, Akta Jual Beli Nomor C74/Cilandak/1996 tertanggal 1 Mei 1996 yang dibuat dihadapan Notaris Maria Lidwina Indriani Soepojo SH, Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).
Meskipun Raden Hanif telah mengajukan permohonan penundaan pengosongan, namun Juru Sita Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan didampingi puluhan personil Polres Metro Jakarta Selatan itu tetap melakukan eksekusi.
Menurut KBMGJJ banyak kejanggalan dan mengabaikan Hak Asasi Manusia yang terjadi pada saat eksekusi dilakukan. Dalam perdebatan yang terjadi salah satu pria berpakaian preman mencoba merusak kunci pagar yang mengakibatkan Raden Hanif yang berada dibarisan paling depan terluka akibat terkena pukulan palu dari pria tersebut.
Di tengah kekacauan yang terjadi, puluhan pria berpakaian bebas mencoba merangsek masuk dari sisi pagar lainnya. Puluhan pria itu mendorong pagar berlilit kawat dengan beringas. Begitu juga ketika truk berukuran besar menjebol pagar rumah makannya dengan cara ditabrakan.
Ini menunjukkan adanya pengabaian atas keselamatan dan keamanan bagi warga negara. Bahkan, pada saat Raden Rasich Hanif Radinal Muhtar kehilangan kesadaran saat eksekusi berlangsung.
Naasnya, proses eksekusi terus berlangsung tanpa digubris oleh pihak Kepolisian Jakarta Selatan. Proses eksekusi terus berlangsung.
Bahkan, puluhan pria berpakaian preman merangsak masuk dan mengeluarkan seluruh perabotan tanpa dihiraukan Kepolisian.
Bersamaan dengan proses eksekusi yang masih berlangsung, Raden Hanif dilarikan ke Rumah Sakit Mayapada, Lebak Bulus, Jakarta Selatan, sampai yang bersangkutan meninggal dunia.
Hal ini menjadi luka mendalam bagi masyarakat Ciamis yang mana beliau merupakan Wawakil Kerajaan Galuh – Ciamis yang menjadi simbol kuat bagi Kabupaten Ciamis.
Oleh karena itu, kami Keluarga Besar Mahasiswa Galuh Jaya Jabodetabek dengan tegas menuntut:
Pertama, usut tuntas pelanggaran HAM dalam proses eksekusi dan tanggung jawab aparat Kepolisian yang lalai;
Kedua, penegakan hukum terkait pelanggaran SEMA No. 89/K11018/M/1962, serta prosedur eksekusi sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen Peradilan Umum Nomor 40/DJU/SK/HM.02.3/1/2019 tentang Pedoman Eksekusi pada Pengadilan Negeri;
Ketiga, penyelidikan terhadap tindakan kesewenang-wenangan dalam eksekusi tersebut;
Keempat, penghentian segala bentuk intimidasi dan kekerasan dalam proses eksekusi di masa depan, dan;
Kelima, pemulihan nama baik Raden Hanif dan perlindungan terhadap keluarga, serta ahli warisnya. *man