Pengamat-Intelijen-dan-Geopolitik-Amir-Hamzah
Jakarta, RIC – Wacana Amandemen Kelima UUD 1945 kembali mengemuka di tingkat nasional. Wacana ini didorong sejumlah elite politik danlembaga negara, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah memberi peringatan keras: perubahan konstitusi di masa kini memiliki potensi ancaman serius terhadap kedaulatan bangsa jika tidak dilakukan dengan pengawasan ketat dan transparan.
Menurut Amir, persoalan amandemen bukan lagi soal pro-kontrapolitik semata, melainkan terkait keamanan konstitusi. Pada proses amandemen sebelumnya, pengaruh aktor asing tidak bisa dinafikan.
“Amandemen kelima UUD 45 sangat berbahaya buat konstitusi Bangsa Indonesia. Saat amandemen dulu banyak LSM dan konsultan asing yang bermain. Jika pola ini terulang, konstitusi kita bisa dibajak,” ungkap Amir Hamzah, kepada wartawan, Senin (24/11/2025).
Pernyataan ini kembali memantik diskusi publik, terutama setelah sejumlah tokoh nasional seperti Jenderal (Purn) Try Sutrisno mendorong perlunya kembali ke ruh UUD 1945. Menurut Try, jika pun perlu penyesuaian, mekanisme yang tepat adalah addendum, bukan membuka kembali pintu amandemen besar-besaran.
Amir melanjutkan, agar amandemen kelima UUD 45 tidak menimbulkan masalah baru maka wacana kembali ke UUD 1945 yang sudah disuarakan secara masif harus diposisikan sebagai conditio sine qua non dalam rangka menegakan kepentingan nasional.
Istilah conditio sine qua non merujuk pada syarat mutlak yang tidak bisa ditawar. Bagi Amir, kembali pada UUD 1945 merupakan prasyarat dasar untuk memastikan upaya perubahan konstitusi berjalan dalam koridor kepentingan nasional, bukan kepentingan elite atau kekuatan asing.
“Amandemen kelima tanpa arah yang jelas hanya akan menciptakan situasi chaos konstitusional. Kita harus belajar dari kegaduhan politik sebelumnya,” ujar Amir.
Berbagai isu seperti pelemahan sistem presidensial, perubahan struktur kekuasaan legislatif, hingga kemungkinan penyimpangan mekanisme checks and balances perlu diantisipasi sejak awal. “Kita tidak boleh terjebak pada agenda politik jangka pendek,” katanya.
Dalam analisa Amir, proses politik berskala besar seperti amandemen konstitusi sangat rawan menjadi sasaran operasi pengaruh (influence operations). Pengaruh ini dapat hadir melalui:
– LSM yang menerima pendanaan asing,
– Konsultan yang menyusun draf kebijakan,
– Lembaga penelitian yang menjadi rujukan legislator,
– Media yang mengarahkan opini publik ke arah tertentu.
Menurut Amir, dalam amandemen-amandemen terdahulu, terdapat indikasi kuat rancangan akademik dan berbagai naskah masukan banyak disuplai oleh konsultan serta institusi internasional.
“Selama sumber pendanaan tidak transparan, maka ada risiko kepentingan asing ikut masuk dalam naskah konstitusi. Ini ancaman serius,” ujar Amir wanti – wanti.
Infiltrasi semacam ini bukan teori semata. Dalam dunia intelijen, pola tersebut disebut proxy drafting —upaya mempengaruhi negara lain dengan menitipkan nilai-nilai dan kepentingan tertentu melalui dokumen hukum fundamental.
Sejumlah modus operandi yang kerap digunakan aktor asing ketika ingin mempengaruhi perubahan konstitusi suatu negara. Taktik-taktik tersebut antara lain:
- Normalisasi Narasi Melalui Media; Isu amandemen dipresentasikan sebagai kebutuhan mendesak atau solusi atas masalah ketatanegaraan. Jika narasi ini dibangun secara sistematis, publik dapat diarahkan tanpa sadar menuju penerimaan kolektif.
- Footprint LSM Asing; LSM “lokal” yang berjejaring dengan lembaga donor luar negeri kerap menjadi garda terdepan bagi advokasi kebijakan yang sebenarnya berasal dari agenda geopolitik.
- Pengaruh Konsultan Kebijakan; Dalam beberapa kasus di dunia internasional, draf konstitusi suatu negara bahkan ditulis oleh firma konsultasi luar. Ini yang perlu dicegah sepenuhnya di Indonesia.
- Menekan Aktor Politik Kunci; Dalam operasi pengaruh, aktor asing tidak selalu menekan pemimpin langsung, tetapi menggerus orang-orang terdekat untuk menciptakan kekosongan dukungan dan mempermudah perubahan struktural.
Masih menurut Amir, jika amandemen dilakukan tanpa pengamanan nasional, ada tiga risiko besar:
- Penyusupan Klausul yang Melemahkan Kedaulatan; Norma baru dapat membatasi ruang manuver Indonesia dalam kebijakan luar negeri, ekonomi atau pertahanan.
- Polarisasi Politik Berkepanjangan; Amandemen yang dianggap tidak legit dapat memicu konflik politik jangka panjang dan perpecahan sosial.
- Membuka Jalan bagi Kepentingan Asing; Klausul tertentu dapat memberi akses strategis pada pihak luar, baik dalam ekonomi maupun pengambilan keputusan negara.
“Konstitusi adalah jantung negara. Jika jantung ini dimasuki kepentingan eksternal, maka seluruh tubuh politik bangsa terancam lumpuh,” tegas Amir.
Amir menekankan perubahan konstitusi —jika benar-benar dianggap perlu— harus melalui mekanisme super ketat. Ia merekomendasikan beberapa langkah:
-Transparansi penuh atas draf, sumber pendanaan, daftar konsultan dan siapa penyusun naskah akademik.
-Audit independen terhadap potensi keterlibatan asing, dilakukan oleh gabungan akademisi, intelijen senior dan lembaga pengawas.
–Kontra-influence operation, yakni deteksi dini terhadap upaya pengaruh asing yang menyusup ke ruang politik.
-Uji publik yang luas dan tidak terbatas pada diskusi elite.
-Moratorium bila terindikasi adanya operasi pengaruh dalam proses penyusunan amandemen.
“Kalau amandemen ini tidak diawasi secara ketat, yang terjadi bukan penyempurnaan, tapi pergeseran identitas konstitusi, bahkan mungkin kerusakan,” terang Amir.
Amandemen UUD 1945 bukan hanya keputusan politik, tetapi sekaligus urusan pertahanan konstitusional. Pemerintah, MPR, ahli hukum tata negara dan publik kini dihadapkan pada satu pertanyaan penting:
Apakah bangsa ini siap memastikan bahwa setiap huruf dalam UUD bebas dari infiltrasi dan operasi pengaruh asing?
Peringatan Amir Hamzah menjadi sinyal keras pembahasan amandemen kelima harus dilakukan bukan hanya dengan logika politik, tetapi dengan pendekatan keamanan nasional. *man