Pertemuan Ausindtl, kerjasama BIN, ASIS dan SNIE dalam bidang intelijen. *Ist
Jakarta, RIC — Tiga negara di kawasan Asia Tenggara yakni Indonesia, Timor Leste dan Australia melakukan kerjasama bidang intelijen. Ketiga negara ini juga masuk kawasan Indo Pasifik yang cukup menarik perhatian dunia internasional. Tentu menjadi pertanyaan besar, kenapa tiga negara ini melakukan kerjasama pada bidang yang “serba rahasia”?
Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah menilai langkah Badan Intelijen Negara (BIN) menjalin kerja sama dengan Australia (ASIS) dan Timor Leste (SNIE) merupakan sebuah keniscayaan di tengah tantangan keamanan abad ke-21. Meski Indonesia memiliki catatan pahit masa lalu dengan Australia terkait dukungan terhadap kemerdekaan Timor Timur, Amir menekankan kerja sama intelijen tidak boleh dilihat dengan kaca mata masa lalu, melainkan melalui perspektif ancaman regional yang semakin kompleks.
“Era globalisasi membuat ancaman tidak lagi mengenal batas negara. Kejahatan seperti judi online, narkoba, hingga perdagangan manusia terhubung lintas wilayah. Kerja sama intelijen adalah kebutuhan, bukan pilihan,” ujar Amir Hamzah dalam analisisnya, Rabu (19/11/2025).
Perkembangan teknologi serta jaringan kejahatan transnasional membuat sebuah negara tak mungkin berdiri sendiri. Indonesia membutuhkan akses informasi yang cepat, akurat dan terintegrasi, terutama dari negara-negara yang berada di dalam satu wilayah keamanan strategis.
Tiga ancaman yang menurut Amir paling relevan dalam konteks kerja sama ini adalah:
1. Judi online lintas negara, yang memanfaatkan server asing serta jaringan pembayaran internasional.
2. Perdagangan narkoba, yang melibatkan rute penyelundupan dari Asia Tenggara hingga ke Australia.
3.Human trafficking, yang melibatkan sindikat antarnegara dan memanfaatkan celah pengawasan perbatasan.
“Dalam kasus-kasus tersebut, kerja sama intelijen tidak hanya mempercepat pertukaran informasi, tetapi juga memungkinkan operasi bersama yang lebih efektif. Namun kerja sama ini tidak boleh membuka rahasia milik Indonesia, termasuk kapasitas intelijen maupun dokumen sensitif lainnya,” tegas Amir.
Amir tidak menutup mata atas catatan sejarah hubungan Jakarta–Canberra, terutama mengenai peran Australia dalam mendukung kemerdekaan Timor Timur. Namun menurutnya, geopolitik hari ini sudah berubah drastis.
“Indonesia dan Australia kini berada dalam posisi saling membutuhkan, terutama dalam konteks meningkatnya ketegangan di Laut Cina Selatan,” katanya.
Untuk diketahui, Indonesia menjadi tuan rumah penyelenggaraan forum kerja sama intelijen bertajuk ‘AUSINDTL Trilateral Meeting 2025’ di Bali. Dalam pertemuan itu, BIN sepakat memperkuat kerja sama dengan Australian Secret Intelligence Service (ASIS) dan Serviço Nacional de Inteligência do Estado (SNIE) Timor Leste.
Pertemuan yang digelar pada Jum’at (14/11/2025) itu dihadiri Kepala BIN M Herindra, Direktur Jenderal ASIS Kerri Hartland, dan Direktur Jenderal SNIE Timor Leste, Longuinhos Monteiro. Kepala BIN Herindra mengatakan AUSINDTL dirancang untuk mempererat hubungan dan memperkuat koordinasi.
Mitra Penting
Australia, yang semakin dekat dengan blok keamanan AUKUS dan memperkuat sikap militernya di kawasan Indo-Pasifik, melihat Indonesia sebagai mitra penting dalam menjaga stabilitas jalur pelayaran internasional. Sebaliknya, Indonesia membutuhkan akses informasi dari Australia terkait aktivitas militer negara besar di kawasan.
Kerja sama intelijen antara BIN dan lembaga intelijen Australia juga bisa dibaca sebagai pesan strategis kedua negara siap memperkuat front keamanan di Selatan Indonesia, khususnya menghadapi perkembangan geopolitik global.
Berbeda dengan Australia, hubungan Indonesia dengan Timor Leste justru berada dalam jalur pembinaan dan penguatan kapasitas SDM. Amir menegaskan Timor Leste adalah negara muda yang membutuhkan dukungan Indonesia dalam membangun sistem intelijennya.
“Timor Leste membutuhkan pelatihan sumber daya manusia dan Indonesia memiliki semua fasilitas untuk itu, termasuk Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN),” ujar Amir.
Menurutnya, kerja sama ini menguntungkan kedua pihak:
1. Bagi Indonesia: Menjaga stabilitas kawasan Nusa Tenggara–perbatasan Timor; Memastikan tidak ada infiltrasi sindikat kriminal melalui wilayah Timor Leste; Menguatkan pengaruh diplomatik dan keamanan Indonesia di kawasan.
2. Bagi Timor Leste: Mendapat akses pendidikan dan pelatihan intelijen profesional; Memperkuat kapasitas keamanan nasional; Memperbaiki hubungan struktural yang lebih sehat dengan Indonesia.
“Ini adalah bentuk soft power Indonesia di kawasan, sekaligus investasi jangka panjang dalam menciptakan lingkungan keamanan yang stabil,” tambah Amir.
Amir Hamzah merangkum kerja sama intelijen Indonesia dengan Australia dan Timor Leste adalah bagian dari strategi besar menghadapi dinamika geopolitik Indo-Pasifik.
Ia menyebut tiga makna besar dari kerja sama tersebut:
1. Memperkuat ketahanan nasional menghadapi kejahatan lintas negara. Kerja sama intelijen menjadi kunci dalam memutus jaringan kriminal global.
2. Menegaskan posisi Indonesia sebagai pemain utama di kawasan. Indonesia tidak lagi bersikap pasif, tetapi aktif membangun lingkaran keamanan dengan negara-negara sekitar.
3. Menghadapi dinamika Laut China Selatan dengan pendekatan realistis. Australia diposisikan sebagai kawan strategis, sementara Timor Leste sebagai mitra penguatan SDM.
“Kerja sama ini bukan tanda ketergantungan, melainkan tanda bahwa Indonesia melihat ancaman dengan kacamata strategis dan modern, bukan emosional,” pungkas Amir. *man