Tim Percepatan Reformasi Polri. *ist
Jakarta, RIC — Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah menilai pembentukan Tim Percepatan Reformasi Polri oleh Presiden Prabowo Subianto akan berjalan selaras dengan Tim Transformasi Reformasi Polri yang telah lebih dulu dibentuk oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Kedua tim itu bukan untuk tumpang tindih atau saling koreksi, melainkan untuk membangun sinergi yang memperkuat institusi Polri dari dalam, terutama dalam aspek perubahan perilaku dan budaya kerja aparat Bhayangkara.
“Presiden Prabowo dan Kapolri memiliki kesamaan pandangan bahwa reformasi Polri tidak bisa dilakukan hanya dengan mengganti struktur atau jabatan, yang paling penting adalah mengubah perilaku, mentalitas dan paradigma pelayanan polisi terhadap masyarakat,” ungkap Amir Hamzah dalam keterangan kepada wartawan, Rabu (12/11/2025).
Amir menegaskan, pembentukan tim baru oleh Presiden Prabowo bukan sinyal ketidakpercayaan terhadap Kapolri Jenderal Listyo Sigit. Justru sebaliknya, tim ini dibentuk untuk memperkuat langkah yang sudah dijalankan Listyo selama beberapa tahun terakhir dalam menata kembali Polri setelah berbagai sorotan publik.
“Tidak ada skenario politik untuk mengganti Kapolri. Tim bentukan Presiden bekerja dalam kerangka besar reformasi birokrasi dan keamanan nasional, bukan untuk menekan figur tertentu,” tegas Amir.
Keputusan Prabowo untuk melibatkan berbagai unsur sipil, akademisi dan mantan pejabat keamanan dalam Tim Percepatan Reformasi Polri merupakan langkah strategis dan simbolis — menegaskan bahwa Prabowo ingin memastikan keamanan menjadi tulang punggung pemerintahan yang bersih, modern dan dipercaya publik.
Menurut Amir Hamzah, kedua tim reformasi itu akan berkoordinasi dalam dua arah: dari atas (policy-level) melalui arahan langsung Presiden dan Kapolri, serta dari bawah (operational-level) melalui transformasi perilaku dan pembinaan anggota.
Tim di bawah Kapolri akan fokus pada implementasi teknis dan pembinaan di lapangan, sementara tim di bawah Presiden akan berperan sebagai policy driver dan pengawas moral kebijakan reformasi Polri. Sinergi inilah yang menjadi kunci agar reformasi tidak berhenti pada tataran slogan.
Akar persoalan Polri selama ini bukan pada kelembagaan, tetapi pada kultur internal dan moralitas aparat. Ia mencontohkan, meski banyak program modernisasi dilakukan, masih terjadi kasus pelanggaran etik, kekerasan berlebihan dan penyalahgunaan wewenang di tingkat bawah.
“Polisi adalah wajah negara di depan rakyat. Bila perilaku aparat tidak berubah, maka sebaik apa pun sistemnya, kepercayaan publik akan tetap rendah,” katanya.
Prabowo memahami dinamika ini dengan pendekatan khasnya sebagai perwira militer: disiplin, loyal namun juga menuntut profesionalisme dan rasa hormat terhadap warga. Reformasi perilaku, menurut Amir, menjadi prioritas utama karena menyentuh dimensi paling mendasar dari institusi keamanan, yakni kehormatan.
Dari perspektif intelijen dan geopolitik dalam negeri, Amir menilai, langkah Prabowo memiliki dimensi yang lebih luas. Ia menyebut Prabowo sedang membangun “komando moral” di tubuh Polri —sebuah struktur pengaruh yang bersandar pada loyalitas etis, bukan sekadar hierarki jabatan.
“Prabowo tahu bahwa stabilitas politik lima tahun ke depan akan sangat bergantung pada Polri. Maka dia tidak membangun kekuatan baru, tapi memperkuat jaringan kepercayaan antara istana dan Korps Bhayangkara. Ini strategi yang sangat khas gaya kepemimpinan intelijen,” ujar Amir.
Prabowo ingin memastikan Polri menjadi penjaga stabilitas sosial dan politik nasional, terutama menjelang fase-fase penting seperti pemilihan kepala daerah serentak dan konsolidasi ekonomi pasca-pandemi. Keamanan domestik adalah fondasi dari kekuatan geopolitik Indonesia. Tanpa Polri yang solid dan dipercaya publik, strategi besar Prabowo di sektor pertahanan dan diplomasi akan goyah.
Amir menegaskan kembali tidak akan ada perubahan struktur besar-besaran di tubuh Polri. Presiden Prabowo memahami risiko dari perubahan mendadak di institusi sebesar Polri — terutama pada masa transisi pemerintahan yang baru berjalan. Prabowo tidak mau menciptakan instabilitas internal. Ia lebih memilih jalan evolusi ketimbang revolusi. Struktur tetap, tapi perilaku berubah — itu yang paling aman dan strategis.
Amir menandaskan, langkah Prabowo dan Kapolri Listyo Sigit merupakan momentum untuk memulihkan dan membangun kembali kepercayaan publik terhadap Kepolisian. Apalagi, dalam beberapa tahun terakhir Polri menghadapi krisis kepercayaan akibat berbagai kasus yang mencoreng citra institusi.
“Kalau reformasi ini berhasil, Polri akan menjadi kekuatan sipil yang disegani, profesional dan punya karakter pelayanan yang kuat dan itu akan menjadi warisan besar pemerintahan Prabowo,” pungkas Amir Hamzah. *man