
M. Sitoh Anang (TA Bawaslu RI, M. Fadillah dan Achmad Fachrudin (Nara sumber). *ist
Jakarta, RIC – Guna memaksimalisasikan dan mengefektifkan pengawasan Pemilu atau Pilkada, Bawaslu RI disarankan membuat sistem informasi khusus atau tersendiri. Jika KPU RI mempunyai Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) untuk menyusun dan pemutakhiran daftar pemilih untuk kebutuhan penyelenggaraan Pemilu di Indonesia, Bawaslu RI disarankan membangun Sidalih Khusus atau Tandingan (SIT) untuk kepentingan deteksi dini inakurasi data pemilih.
Hal tersebut dikemukakan mantan anggota Bawaslu DKI Jakarta Achmad Fachrudin pada diskusi bertajuk “Problematika Aplikasi Pendukung Daftar Pemilih dan Data Pemilih pada Pemilihan 2024”, Selasa (9/9/2025), di kantor Bawaslu RI. Hadir juga sebagai pembicara mantan anggota KPU DKI M. Fadillah, Tenaga Ahli Tenaga Ahli Divisi Penanganan Pelanggaran, Data dan Informasi Bawaslu RI M. Sitoh Anang dan lain-lain.
Sebelumnya M. Sitoh Anang memantik diskusi dengan mengatakan, pihaknya sudah lama menyadari akan pentingnya sistem informasi guna mendeteksi inakurasi data pemilih. Bahkan ketika masih menjadi Tenaga Ahli di Bawaslu DKI, ia membantu dalam pelaksanaan sejenis sistem informasi tersebut. Pada periode Bawaslu RI saat ini, ungkap mantan Anggota Panwaslu Jakarta Utara tersebut, penyiapan desain aplikasi sistem informasi makin diakselerasikan bekerja sama dengan instansi terkait. Diantaranya Badan Siber dan Sandi Nasional (BSSN).
Selain SIT, menurut Achmad Fachrudin yang biasa disapa Abah, Bawaslu RI idealnya juga mempunyai SIT bagi Sistem Informasi lainnya yang telah digunakan oleh KPU. Seperti: Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng), Sistem Informasi Pencalonan (Silon) serta Sistem Informasi Logistik (Silog) untuk memberikan informasi terkait dengan proses pengadaan dan pendistribusian logistik Pemilu.
Dengan memiliki SIT, jajaran Bawaslu dapat secara mandiri dan lebih mudah mendeteksi dini berbagai potensi inakurasi data yang terdapat pada Daftar Penduduk Potensial Pemilih Pemilihan (DP4) yang disiapkan dan diserahkan oleh Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada KPU atau DP4 hasil sinkronisasi dengan hasil Pemilu terakhir oleh KPU. Fachrudin berharap, SIT versi Bawaslu RI dapat juga digunakan guna mendeteksi potensi inakurasi data Daftar Pemilih Sementara (DPS), DPS Hasil Perbaikan (DPSHP) hingga Daftar Pemilih Tetap (DPT).
Meski demikian, menurut Achmad Fachrudin yang juga dosen Jurnalistik Universitas PTIQ Jakarta, tantangan, kendala dan hambatannya tidak kecil. Tantangan besarnya adalah Bawaslu RI harus terlebih dahulu memperoleh data base DP4 yang berasal dari Kemendagri, data hasil sinkronisasi DP4 dengan Pemilu terakhir dari KPU, serta data dari Sidalih. “Tanpa memiliki data base yang dibutuhkan, sulit bagi jajaran Bawaslu RI melakukan pengawasan secara efektif dan empirik,” imbuhnya.
Problemnya, sejauh informasi yang diperolehnya, pada Pemilu Serentak 2024, Bawaslu RI dan jajarannya mengalami kesulitan beroleh DP4 dari Kemendagri atau DP4 yang sudah disinkronisasikan oleh KPU dengan data hasil Pemilu terakhir. Padahal menurut UU, kedudukan Bawaslu RI sejajar dengan KPU. Tapi realitasnya, Bawaslu RI tidak dapat menerima langsung data-data penting tersebut untuk digunakan dalam pengawasan Pemilu. Hal yang sama juga berlaku pada Sidalih. Jikapun diperoleh akses ke Sidalih, ungkap wartawan senior tersebut, tak jarang terjadi system error atau tengah mengalami perbaikan. *man