Habis lapangan terbang, muncul pelabuhan Jetty di kawasan PT IMIP Morowali , Sulawesi Tengah. Keberadaan keduan menjadi ancaman serius untuk kedaulatan NKRI. *Ist
Jakarta, RIC – Setelah Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsuddin menutup operasionalisasi Lapangan Terbang PT IMIP di Morowali Sulawesi Tengah, muncul kesaksian seorang mantan pekerja di kawasan PT IMIP. Kesaksian karyawan itu makin menguatkan dugaan keberadaan lapangan terbang dan pelabuhan di kawasan PT IMIP telah melanggar kedaulatan negara kendati dikelola sejumlah oknum bertabur bintang.
Sekadar untuk diketahui, dinukil dari website imip.co, id, dalam Kawasan Industri IMIP, terdapat dua pelabuhan penunjang produksi. Terletak di Desa Fatufia dan Desa Labota Kecamatan Bahodopi, Morowali, Sulawesi Tengah, dengan luas masing-masing pelabuhan: Pelabuhan Fatufia 59,98 hektare dan Pelabuhan Labota seluas 83,32 hektare.
Total jetty yang dimiliki dari kedua pelabuhan itu sebanyak 25 jetty vessel dan 35 jetty tongkang, dengan fasilitas Crane, Excavator, Speed Boat, Forklift, Harbour Tug, Reach Stacker, Loader dan Assist Tug. Kapasitas bongkar muat dari kedua pelabuhan itu, sebesar 118,079,236.249 MT per tahun dengan realisasi ekspor impor sebesar 34,345,731.004 per tahunnya.
Menelisik hal tersebut, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah memperingatkan adanya ancaman serius terhadap kedaulatan Indonesia menyusul temuan mengenai pelabuhan misterius yang beroperasi di dalam kawasan industri PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah. Pelabuhan tersebut diduga beroperasi tanpa pengawasan penuh negara, terutama dari unsur Bea Cukai, Imigrasi dan otoritas pelabuhan.
Isu ini kembali mencuat setelah beberapa laporan lapangan serta kesaksian mantan pekerja memunculkan dugaan pelabuhan internal IMIP —yang dikelola konsorsium perusahaan Cina— menjalankan aktivitas bongkar muat barang dan mobilitas tenaga kerja asing tanpa kehadiran petugas negara secara rutin.
“Ini bukan sekadar masalah teknis pelabuhan. Ini menyentuh inti kedaulatan negara. Jika ada fasilitas pelabuhan atau jalur masuk-keluar barang dan orang yang tidak dikendalikan penuh pemerintah, maka itu ancaman langsung terhadap keamanan nasional,” buka Amir Hamzah, Senin (8/12/2025).
IMIP merupakan kawasan industri raksasa yang menjadi pusat pengolahan nikel terbesar di Indonesia. Dalam kawasan itu terdapat jetty khusus, dermaga ekspor-impor, serta landasan udara internal. Infrastruktur tersebut awalnya dibangun untuk mendukung logistik industri, namun justru memunculkan celah pengawasan.
Pemerintah daerah dan pusat selama ini mengakui IMIP adalah kawasan industri tertutup, sehingga banyak proses yang tidak melalui pelabuhan umum. Namun, celah ini justru memungkinkan terjadinya aktivitas yang tidak tersentuh mekanisme kontrol negara.
Amir menegaskan keberadaan jetty atau pelabuhan yang tidak diawasi penuh negara dapat menjadi jalur: penyusupan tenaga kerja tanpa pemeriksaan imigrasi, keluar-masuk barang yang tidak terdaftar, transfer komponen strategis yang tidak diketahui aparat dan komunikasi logistik berbasis negara asing yang sulit diawasi.
“Dalam konteks intelijen, pelabuhan tertutup seperti ini sangat rentan dijadikan jalur dual-use logistics—hari ini untuk industri, besok bisa untuk operasi lain yang pemerintah tidak ketahui,” terang Amir.
Dalam dunia intelijen modern, fasilitas industri besar seperti IMIP selalu dianalisis dari potensi dual-use: infrastruktur sipil yang dapat dialihfungsikan untuk tujuan lain, termasuk aktivitas strategis atau militer.
Amir menyoroti tiga kerentanan utama:
1. Kendali Infrastruktur di Tangan Investor Asing. Jika infrastruktur vital seperti pelabuhan industri dikuasai oleh operator atau investor asing, maka dalam situasi konflik atau ketegangan diplomatik, “titik akses” itu dapat menjadi alat tekanan.
2. Minimnya Visibility Aparat. Ketika Imigrasi, Bea Cukai atau aparat pelabuhan tidak memiliki visibilitas penuh, maka: data kedatangan-kepulangan tenaga kerja asing menjadi parsial, arus barang tidak dapat dipastikan seluruhnya legal dan terdaftar dan sistem keamanan negara kehilangan salah satu layer krusial.
3. Potensi Aktivitas Tertutup. Bongkar muat malam hari, kontainer tanpa manifest jelas atau mobilitas teknisi asing yang tidak tercatat adalah skenario klasik yang dapat muncul ketika pengawasan longgar.
Morowali adalah jantung industri nikel Indonesia dan IMIP adalah episentrumnya. Dalam konteks geopolitik global, nikel —komponen baterai kendaraan listrik (EV)— telah menjadi mineral strategis yang diperebutkan negara industri dunia.
Investasi dan Kedaulatan
Investasi masif Cina di IMIP membuat posisi kawasan ini sangat sensitif:
1. Ketergantungan Ekonomi. Ketergantungan Indonesia terhadap modal dan teknologi smelter Cina mempersempit ruang manuver dalam negosiasi bilateral.
2. Persaingan Amerika Serikat–Tiongkok. Industri EV adalah medan perang baru antara AS dan Tiongkok. Pelabuhan tanpa kontrol penuh negara dapat dilihat sebagai titik dominasi Beijing dalam rantai pasok global.
3. Narasi Kedaulatan. Wacana mengenai pelabuhan tertutup di kawasan asing kerap memicu narasi bahwa Indonesia “kehilangan sebagian kendali” atas wilayah strategis.
Kementerian terkait telah merespons isu ini dengan menyatakan akan melakukan audit menyeluruh, termasuk:
– Penempatan personel Bea Cukai dan Imigrasi secara permanen.
– Peninjauan ulang izin jetty dan dermaga.
– Verifikasi jalur logistik dan SOP bongkar muat.
– Koordinasi dengan TNI–Polri dan BIN.
Namun hingga kini belum ada laporan resmi yang dipublikasikan. Kondisi ini memicu tuntutan agar pemerintah membuka hasil pemeriksaan untuk mencegah spekulasi liar.
Sorotan terhadap pelabuhan IMIP adalah cermin dari konflik lebih besar: tarik-menarik antara kebutuhan investasi dan kewajiban menjaga kedaulatan. Dalam konteks industri strategis seperti nikel, pengawasan negara harus mutlak.
“Negara boleh membuka diri terhadap investasi tetapi tidak ada kompromi ketika menyangkut pintu masuk dan keluar wilayah kedaulatan. Pelabuhan yang tidak dikendalikan negara adalah risiko yang terlalu mahal,” tandas Amir. *man