Banjir dan longsor di Sumatera menelan banyak korban jiwa. Kendati demikian, pemerintah belum membuka pintu bagi bantuan asing dengan berbagai pertimbangan. *Ist
Jakarta, RIC — Keputusan pemerintah Presiden Prabowo Subianto untuk tidak terburu-buru membuka peluang bantuan asing dalam penanganan banjir besar di Sumatera menuai perhatian publik. Sejumlah pihak menafsirkan kebijakan ini sebagai sikap hati-hati yang berlebihan. Namun, pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah justru menilai langkah tersebut sangat tepat dan strategis dalam konteks pertahanan nasional dan kedaulatan negara.
Keputusan Prabowo bukan sekadar persoalan teknis penanganan bencana, tetapi terkait kepentingan jangka panjang dalam menjaga kedaulatan Indonesia. “Pihak asing sering memanfaatkan momentum bencana untuk melakukan penetrasi dan penyusupan. Mereka datang atas nama kemanusiaan, tapi sebagian bisa berperan sebagai agen intelijen,” ungkap Amir, Kamis (4/12/2025).
Dalam sejarah hubungan internasional, terutama di kawasan Asia dan Timur Tengah, bencana alam kerap dijadikan pintu masuk operasi intelijen. Negara-negara besar memanfaatkan kondisi chaos, lemahnya kontrol keamanan di lapangan, hingga terbukanya akses ke wilayah yang sebelumnya tertutup.
Dalam analisisnya, Amir menjelaskan, setidaknya ada tiga modus umum yang biasa digunakan intelijen asing saat masuk ke negara terdampak bencana:
1. Pengumpulan Data Strategis. Tim bantuan kemanusiaan yang datang bisa saja membawa perangkat penginderaan jarak jauh, pemetaan atau perangkat komunikasi non-standar. Data yang dikumpulkan meliputi:
– Struktur geografis dan infrastruktur vital.
– Kondisi pertahanan setempat.
– Titik-titik strategis seperti jalur logistik dan energi.
2. Infiltrasi Jaringan Lokal. Dalam situasi darurat, kontrol pemerintah melemah. Intelijen asing memanfaatkan kondisi ini untuk:
– Membangun jaringan di tingkat masyarakat.
– Mengakses pejabat lokal yang sedang tertekan situasi.
– Menyusup ke LSM lokal yang menjadi mitra distribusi bantuan.
3. Operation Influence (Operasi Pengaruh). Bantuan kemanusiaan sering digunakan sebagai cara membentuk citra baik dan ketergantungan negara terdampak. Setelahnya:
– Negara donor mendapat leverage diplomatik.
– Kebijakan tertentu dapat ditekan untuk disesuaikan dengan kepentingan mereka.
– Bencana Sebagai Panggung Gepolitik.
Amir menekankan dalam konteks geopolitik global, Sumatera adalah kawasan yang sangat strategis. Dengan Selat Malaka sebagai jalur pelayaran tersibuk kedua di dunia dan konsentrasi industri strategis dari Aceh hingga Lampung, setiap dinamika keamanan di Sumatera menjadi sangat sensitif.
Bagi negara-negara besar, Indonesia adalah:
– Lokasi buffer antara pengaruh Amerika Serikat dan Tiongkok.
– Aset penting dalam rantai pasok global.
– Target pengaruh pada sektor energi, pertambangan dan kehutanan
“Karena itu, ketika terjadi bencana besar, negara-negara besar sangat cepat menunjukkan ‘kepedulian. Inilah yang perlu diwaspadai,” tambah Amir.
Dalam kondisi darurat, biasanya negara akan segera meminta bantuan internasional. Namun Prabowo memilih mengoptimalkan kekuatan nasional terlebih dahulu, mulai dari: BNPB, TNI-Polri, Basarnas, Pemerintah Daerah, Relawan dan organisasi kemasyarakatan.
Keputusan ini menunjukkan pemerintah:
– Tidak ingin kehilangan kendali atas wilayah bencana.
– Menjaga rahasia strategis negara ketika kontrol keamanan sedang melemah.
– Menghindari ketergantungan politik terhadap negara donor.
– Menegaskan Indonesia mampu mengatasi krisis internal secara mandiri.
Dalam beberapa kasus internasional, bantuan bencana memang terbukti dimanfaatkan untuk operasi rahasia:
– Haiti 2010: beberapa negara memanfaatkan kekacauan pasca-gempa untuk mengirim personel keamanan berkedok relawan.
– Suriah 2012–2015: aktivitas LSM asing menjadi jalur logistik intelijen dan senjata.
– Tsunami Aceh 2004: sejumlah negara mencoba mengakses jalur strategis di Aceh, hingga TNI melakukan pembatasan area.
Sumatera saat ini menghadapi banjir besar yang merendam beberapa wilayah strategis. Dalam kondisi politik domestik yang dinamis setelah pergantian pemerintahan, keputusan Prabowo menjadi sangat penting untuk menjaga: kedaulatan internal, keamanan wilayah strategis, stabilitas politik nasional, independensi diplomasi Indonesia.
Melihat dinamika intelijen dan geopolitik, keputusan untuk tidak membuka pintu bantuan asing secara cepat bukanlah tindakan isolatif, melainkan kebijakan strategis yang mempertimbangkan aspek keamanan nasional di tengah bencana.
“Ini bukan soal menolak bantuan, tetapi soal memastikan Indonesia tidak kehilangan kontrol. Prabowo tahu ketika negara sedang lemah, saat itulah asing paling mudah masuk,” pungkas Amir Hamzah. *man