
Presiden Prabowo Subianto menyampaikan pidato kenegaraan di MPR pada Sabtu (16/8/2025). *ist
Jakarta, RIC – Presiden Prabowo Subianto pada pidato kenegaraan di MPR memunculkan istilah baru: Serakah-nomics. Istilah ini menambah deretan istilah momics – momics lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI); serakah/se·ra·kah/ a selalu hendak memiliki lebih dari yang dimiliki; loba; tamak; rakus: meskipun sudah kaya, ia masih — juga hendak mengangkangi harta saudaranya. Keserakahan/ke·se·ra·kah·an/ n kelobaan; ketamakan; kerakusan.
Ungkapan Serakah-nomics yang dilontarkan Presiden Prabowo Subianto sangat menarik untuk didalami. Terlebih ungkapan itu dilontarkan dengan kondisi rakyat yang menderita karena pelbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat, terutama di bidang politik dan ekonomi.
Tak hanya itu, ungkapan Serakah-nomics juga bisa dipicu banyaknya kasus korupsi yang mencapai angka ratusan trilyun dan hasilnya banyak ditumpuk di rumah. Kondisi ekonomi yang timpang. Beban utang yang ditimpakan kepada rakyat melalui pelbagai kenaikan pajak terlebih pajak PBB sehingga memunculkan kekecewaan, keresahan yang berujung kerusuhan.
Serakah-nomics Sinyal Rombak Kabinet
Isu Serakah-nomics yang belakangan ramai diungkapkan Presiden Prabowo Subianto kembali memantik analisis tajam dari kalangan pengamat geopolitik dan intelijen. Amir Hamzah, salah satu pengamat yang kerap mengkritisi arah kebijakan pemerintah, menilai konsep tersebut tak sekadar kritik terhadap sistem ekonomi yang terlalu menekan rakyat, tetapi juga menjadi sinyal keras untuk melakukan perombakan kabinet.
Menurut Amir, ada dua menteri yang paling pantas segera diganti oleh Prabowo, yakni Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian.
Amir menegaskan, Sri Mulyani selama ini menjadi simbol kebijakan ekonomi berhaluan neoliberalisme. Ideologi tersebut, kata dia, sangat bertentangan dengan visi ekonomi kerakyatan yang selalu dikedepankan Prabowo.
“Sri Mulyani adalah representasi neolib. Kebijakan fiskal dan perpajakan yang diterapkan selama ini membebani rakyat kecil. Pajak dinaikkan, subsidi dipangkas, tapi utang negara tetap membengkak. Ini membuat rakyat kehilangan kepercayaan dan secara ideologis jelas bertolak belakang dengan Prabowo,” ungkap Amir Hamzah dalam analisisnya, Selasa (19/8/2025).
Amir menilai, jika Prabowo ingin membuktikan bahwa Serakah-nomics benar-benar diberantas, maka Sri Mulyani harus diganti dengan sosok yang lebih nasionalis, berorientasi pada kemandirian bangsa, serta berpihak pada ekonomi rakyat.
“Tidak mungkin Prabowo bisa melaksanakan program Serakah-nomics tanpa mengganti Menteri Keuangan. Selama neolib masih bercokol, arah kebijakan fiskal akan tetap menekan masyarakat dan pada akhirnya mencoreng kredibilitas pemerintahan,” terang Amir.
Selain Sri Mulyani, Amir juga menyoroti posisi Tito Karnavian. Menurutnya, Tito lebih dekat dengan mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan sering dipersepsikan sebagai bagian dari “Geng Solo” yang loyal kepada kepentingan politik Jokowi.
“Tito Karnavian ini terlalu dekat dengan Jokowi. Bahkan banyak kebijakan Kemendagri di masa Jokowi yang masih diteruskan dan itu seringkali tidak sejalan dengan kebutuhan Prabowo untuk menata ulang tata kelola politik dalam negeri. Prabowo butuh Mendagri yang benar-benar loyal, bukan yang masih punya bayangan ke belakang,” jelas Amir.
Ia menambahkan, posisi Mendagri sangat krusial bagi konsolidasi politik nasional, khususnya dalam menjaga stabilitas hubungan pusat dan daerah, hingga mengawal Pilkada serentak. Jika Mendagri tidak sejalan dengan Presiden, hal ini dapat menjadi “bom waktu” bagi pemerintahan baru.
Amir mengakui, mengganti dua sosok besar seperti Sri Mulyani dan Tito Karnavian tentu bukan langkah mudah. Sri Mulyani memiliki reputasi internasional sebagai teknokrat, sementara Tito dikenal sebagai mantan Kapolri dengan jaringan kuat di kepolisian dan pemerintahan daerah. Namun, ia menegaskan keberanian politik Prabowo sedang diuji.
“Kalau Prabowo tidak segera bertindak, rakyat akan melihat Serakah-nomics hanya jargon politik. Tapi kalau beliau berani mengganti Sri Mulyani dan Tito, itu sinyal tegas bahwa beliau ingin benar-benar membangun kemandirian ekonomi dan politik yang sesuai dengan ideologinya,” kata Amir.
Amir melihat, perombakan kabinet dalam waktu dekat akan menjadi ujian awal kepemimpinan Prabowo. Publik sedang menunggu apakah Prabowo akan tetap mempertahankan orang-orang warisan era Jokowi atau berani menempatkan figur-figur baru yang sejalan dengan visi nasionalis kerakyatan.
“Prabowo harus segera menunjukkan diferensiasinya. Kalau tidak, pemerintahan ini akan dianggap sekadar kelanjutan Jokowi, bukan perubahan yang dijanjikan,” tandas Amir. *man