
Logo BPPBJ DKI Jakarta. *ist
Jakarta, RIC – Model atau aturan mengenai kewenangan lelang barang dan jasa pemerintah propinsi DKI Jakarta membingungkan Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Bahkan membuat OPD saling lempar tanggung jawab ketika terjadi masalah, hambatan atau keterlambatan pelaksanaan sebuah proyek.
Aturan yang ada saat ini, memberi kewenangan kepada Badan Pelayanan Pengadaan Barang dan Jasa (BPPBJ). Dengan berbagai persoalan muncul dalam pelaksanaan kegiatan atau proyek maka sudah seharusnya aturan itu dikaji ulang.
Sebagaimana diungkapkan sumber realitasindonesia.com, bila sebuah proyek terlambat dikerjakan karena belum lelang, misalnya, OPD selalu jadi sorotan dan dipertanyakan kenapa belum dikerjakan. Memang, OPD selaku pemegang anggaran tetapi proses dan penentuan siapa kontraktor atau pemenang, adalah kewenangan BPPBJ.
Begitu juga, ketika terjadi Silpa besar, OPD juga yang ditanya. Padahal Silpa besar karena proyek belum selesai akibat pelaksanaan proyek terlambat karena lelang dan pengumuman pemenang tender terlambat sehingga pekerjaan pun tidak selesai sesuai target.
“Kadang kita juga bingung kenapa penawaran rendah dimenangkan. Penawaran rendah kan beresiko, kualitas proyeknya bakal jadi masalah. Padahal besar anggaran sudah ditetapkan dan dikaji OPD,” ujar sumber realitasindonesia.com lagi.
Dikatakan, baik lelang terlambat, banyak Silpa maupun proyek mangkrak akar masalah tidak selalu di OPD. Memang OPD mempunyai tanggung jawab, tetapi harus melihat kembali akar masalah sesungguhnya. Persoalan utama justru ada BPPBJ.
” OPD sesungguhnya hanya melaksanakan saja meski selaku pemegang anggaran dan mempertanggungjawabkan anggaran dan pelaksanaan proyek atau kegiatan. Proses tender penentuan pemenang kewenangan BPPBJ. Penentuan kontraktor pemenang ada di BPPBJ.
Terjadi keterlambatan lelang, misalnya, bukan tidak mungkin karena menumpuknya proyek di BPPBJ. Juga bukan tidak mungkin, tenaga kurang dan kemampuan teknis bisa saja terbatas sehingga melahirkan masalah dalam pelaksanaan proses lelang hingga penetapan pemenang proyek.
Untuk itu, aturan lelang perlu dievaluasi dan dikaji untuk mengetahui hambatan-hambatan sesungguhnya. Dengan mengetahui kendala atau hambatan, bisa dicarikan penyelesaian sehingga tidak terjadi keterlambatan lelang, proyek mangkrak.
Memang, semua sudah ada aturan main. Tetapi harus disadari bahwa aturan itu hanya alat bukan tujuan. Tujuan adalah kesejahteraan rakyat. Bila aturan menghambat, aturan itu dievaluasi dan ganti demi rakyat. Kesejahteraan atau keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi (salus populi suprema lex), kata Cicero. (as)