
Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah.
Oleh: Amir Hamzah, Pengamat Intelijen dan Geopolitik
DI ALAM, laba-laba adalah predator yang jarang menyerang secara frontal. Ia membangun jaring yang dirancang sesuai kondisi lingkungan, menunggu dan membiarkan lawan masuk perangkap sendiri. Jaring itu tidak sekadar perangkap, melainkan sistem bertahan dan menyerang yang bekerja secara diam-diam, nyaris tak terlihat, namun mematikan bagi yang terjebak.
Presiden Prabowo Subianto tampaknya sedang menerapkan strategi serupa dalam memimpin Indonesia. Alih-alih bergerak dengan gebrakan frontal yang memicu resistensi, ia memilih merajut jaring politik dan geopolitik yang perlahan mengikat semua aktor penting —dari elite partai, militer, pengusaha, birokrasi, hingga kekuatan asing.
Sebagaimana laba-laba yang memulai dari titik pusat, Prabowo membangun basis kekuatan yang stabil sebelum melebarkan jaringnya. Di tingkat eksekutif, ia menempatkan figur-figur kepercayaan di posisi strategis untuk memastikan kebijakan berjalan searah. Di legislatif, ia merangkul mayoritas partai besar, sehingga ruang oposisi menjadi sangat terbatas. Di BUMN dan lembaga negara, ia memastikan kontrol terhadap sektor strategis seperti energi, pangan, dan pertahanan.
Jaring ini tidak dibangun secara tergesa. Kesabaran menjadi kunci. Ia menunggu momen yang tepat untuk menarik benang-benang kekuasaan lebih erat, meminimalkan risiko benturan langsung dan membiarkan lawan terseret perlahan ke pusat kendali.
Dari sudut pandang intelijen, politik laba-laba yang dijalankan Prabowo memiliki tiga elemen penting. Pertama, jebakan strategis: ia menciptakan kondisi di mana lawan politik maupun mitra strategis pada akhirnya harus berinteraksi dengan pusat kekuasaannya. Ini memastikan semua gerakan tetap dalam jangkauan pengawasan.
Kedua, operasi psikologis: narasi tentang stabilitas, persatuan dan inklusivitas dikelola sedemikian rupa sehingga siapa pun yang mengganggu dianggap melawan kepentingan nasional. Ini membentuk opini publik yang sulit ditembus.
Ketiga, pengendalian narasi global: dalam arena geopolitik, Prabowo menjaga hubungan seimbang dengan Amerika Serikat, Tiongkok, Rusia dan negara-negara ASEAN. Ia menghindari jebakan menjadi satelit kekuatan besar, sembari memanfaatkan rivalitas global untuk keuntungan Indonesia.
Jaring yang ia rajut mengarah pada empat tujuan strategis sebagaimana termaktub dalam Alinea IV UUD 1945. Pertama, melindungi bangsa dari polarisasi politik yang bisa dimanfaatkan pihak asing. Kedua, memajukan kesejahteraan umum dengan memanfaatkan stabilitas untuk mendorong ekonomi, infrastruktur dan kemandirian pangan. Ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa melalui reformasi pendidikan yang memerlukan iklim politik kondusif. Keempat, menegakkan ketertiban dunia dengan menempatkan Indonesia sebagai kekuatan regional yang stabil dan berpengaruh.
Namun, tidak ada jaring yang kebal dari kerusakan. Merangkul terlalu banyak pihak berisiko memunculkan gesekan internal akibat benturan kepentingan. Kesabaran publik pun memiliki batas; jika hasil nyata tidak segera terlihat, stabilitas bisa dianggap stagnasi. Di luar itu, terdapat ancaman dari “laba-laba” lain —baik aktor domestik maupun kekuatan asing— yang membangun jaring tandingan untuk menguasai simpul-simpul kekuasaan.
Prabowo merajut jaringnya di tengah arus geopolitik yang kompleks. Persaingan Amerika Serikat dan Tiongkok di kawasan Indo-Pasifik menciptakan tekanan sekaligus peluang bagi Indonesia. Krisis energi dan pangan global menuntut stabilitas domestik yang kuat untuk menjaga pasokan. Modernisasi pertahanan menjadi keharusan, namun harus diimbangi dengan penguatan industri dalam negeri agar tidak bergantung penuh pada pihak luar.
Posisi geografis Indonesia yang strategis menjadikannya jalur perdagangan dan militer penting. Dalam situasi ini, politik laba-laba menjadi cara untuk mengamankan kepentingan nasional tanpa terjebak dalam permainan kekuatan besar.
Dalam biologi, jaring laba-laba hanya sekuat pusatnya. Jika pusat itu goyah, seluruh struktur runtuh. Dalam konteks ini, pusat jaring Prabowo bukan hanya dirinya sebagai individu, tetapi juga legitimasi kepemimpinannya. Ia harus menjaga kepercayaan rakyat, memastikan hasil nyata dan merespons ancaman dengan cepat.
Jika pusat tetap kokoh, jaring ini dapat bertahan menghadapi badai politik domestik dan guncangan geopolitik global. Tetapi jika pusat melemah, seluruh jaring akan robek dan lawan akan lepas dari kendali.
Politik laba-laba Prabowo adalah strategi yang mengandalkan kesabaran, adaptasi dan pengendalian. Dengan merajut benang-benang kekuasaan di dalam negeri dan menjalin simpul diplomasi di luar negeri, ia berupaya menciptakan jaring besar yang mengamankan kepentingan nasional.
Dari perspektif intelijen, ini adalah strategi yang halus namun efektif. Namun, seperti halnya di alam, jaring yang paling sempurna pun akan runtuh jika pusatnya tidak lagi mampu menopang semua benang. Karena itu, keberhasilan politik laba-laba ini akan sangat ditentukan oleh kemampuan Prabowo menjaga pusat kendali tetap kuat, terpercaya dan relevan di mata rakyat maupun dunia. ****