
Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bersama Sufmi Dasco Ahmad, Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Partai Gerindra, dalam kesempatan makan siang, baru - baru ini. *ist
Oleh: Amir Hamzah, pengamat intelijen dan geopolitik
PERTEMUAN makan siang antara Wakil Ketua DPR RI sekaligus Ketua Harian DPP Partai Gerindra, Sufmi Dasco Ahmad, dengan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka bukanlah peristiwa biasa.
Di negeri ini, ketika dua tokoh besar duduk satu meja, publik langsung membaca lapis-lapis makna di baliknya. Apalagi keduanya adalah figur kunci: Dasco, tangan kanan Prabowo yang dikenal taktis; Gibran, Wakil Presiden muda yang menjadi simbol kesinambungan pengaruh politik keluarga Jokowi di lingkar kekuasaan.
Bagi mereka yang memahami peta politik elite, Dasco bukanlah sekadar politisi. Ia adalah “Kancil” di papan catur kekuasaan —lihai, gesit dan mampu melangkah di luar perkiraan lawan. Setiap geraknya jarang terlepas dari desain besar yang telah diperhitungkan matang.
Di sisi lain, Gibran saat ini berada di posisi yang rumit. Ia mengemban jabatan nomor dua di republik ini, namun selalu dibaca sebagai representasi bayangan Jokowi di pemerintahan Prabowo. Keberadaannya menjadi medan tarik-menarik antara kubu yang ingin mempertahankan pengaruh Jokowi dan kekuatan yang ingin memastikan loyalitasnya mutlak kepada Prabowo.
Makan siang itu mungkin tampak sederhana, namun bagi pembaca peta kekuasaan, ia memancarkan pesan. Pertama, sinyal bahwa hubungan antara Gerindra dan Gibran masih harmonis di tengah riak-riak yang belakangan muncul. Kedua, indikasi bahwa ada kesepahaman tertentu yang sedang dipelihara untuk memastikan Gibran tetap aman dari upaya penyingkiran politik, setidaknya dalam waktu dekat.
Sinyal semacam ini penting, apalagi setelah mencuat isu-isu sensitif yang memanaskan hubungan internal pemerintahan, seperti abolisi terhadap Tom Lembong dan amnesti bagi Hasto Kristiyanto, yang memicu suara keras dari sebagian pendukung PSI untuk menumbangkan Prabowo.
Di titik ini, Dasco tampak memainkan peran ganda. Ia hadir sebagai jembatan yang menghubungkan Prabowo dan Gibran, sekaligus pengamat yang mengukur seberapa jauh komitmen sang wakil presiden terhadap agenda politik Gerindra. Langkahnya bisa dibaca sebagai gerakan mengamankan sayap politik Prabowo, namun juga sebagai strategi menancapkan pengaruh pribadi di lingkar Gibran. Dasco paham betul bahwa politik bukan sekadar tentang hari ini, tetapi tentang memastikan posisi untuk permainan di babak berikutnya.
Dalam permainan catur politik, langkah Dasco ini serupa dengan strategi menenangkan papan sebelum melakukan serangan balik. Ia meredakan potensi gesekan dengan merangkul Gibran, sambil menyusup ke wilayah pengaruh lawan untuk mengamati, mempengaruhi, bahkan mengarahkan narasi.
Di saat yang sama, ia menyiapkan kemungkinan skenario jangka panjang: jika kelak terjadi perpecahan antara kubu Prabowo dan kubu Jokowi, Dasco sudah memiliki posisi tawar di kedua sisi.
Prabowo, tentu saja, mengetahui semua ini. Di lingkar kekuasaan, tidak ada pertemuan strategis yang berlangsung tanpa sepengetahuan pemimpin utama. Langkah Dasco bisa saja merupakan mandat langsung dari Prabowo untuk memastikan kendali atas Gibran atau bahkan bagian dari rencana yang lebih besar: memetakan loyalitas dan kekuatan masing-masing kubu sebelum memasuki babak politik berikutnya.
Karena itu, pertemuan ini tidak bisa dibaca sebagai peristiwa seremonial semata. Ia adalah pesan politik yang dikemas dalam keakraban, sebuah upaya mengatur ulang keseimbangan di tengah papan permainan yang terus berubah. Dasco bermain di wilayah yang penuh jebakan, tetapi ia tahu bagaimana menginjak petak demi petak dengan hati-hati, sambil memastikan setiap langkahnya tetap dalam pengawasan dan restu sang panglima.
Di politik Indonesia, makan siang seperti ini jarang sekali netral. Ia adalah bahasa kekuasaan yang hanya bisa dipahami oleh mereka yang terbiasa membaca sinyal di balik gerakan bibir dan tatapan mata.
Pertemuan Dasco–Gibran adalah bab pembuka dari cerita yang lebih panjang, cerita tentang bagaimana sebuah langkah kecil di meja makan bisa mengubah arah papan catur politik nasional. ****