
Sport Center DPRD DKI Jakarta kendati sudah memiliki peralatan yang bagus dan lengkap tapi masih ada permintaan agar dilengkapi lagi. *Andreas/ric
RABU (30/7/2025) pagi, realitasindonesia.com, mencoba mendatangi Sports Center DPRD DKI Jakarta yang berada di lantai 11 gedung DPRD DKI Jakarta.
Keinginan untuk melihat Sports Center DPRD DKI Jakarta karena belum pernah melihat. Selain itu, terdorong oleh harapan seorang wakil rakyat DPRD DKI Jakarta, Muhammad Hasan Abdillah agar alat fitness dilengkapi, ada yang kurang.
Bagi wakil rakyat ini, kurang lengkap perlu dilengkapi. Bahkan menurutnya, untuk melengkapinya tidak butuh biaya besar. Tidak terlalu mahal untuk melengkapi yang kurang dari fasilitas fitness DPRD DKI Jakarta. Hanya sekitar satu miliar rupiah. Sekali kali lagi, hanya sekitar satu miliar rupiah.
Harapan wakil rakyat ini disampaikan dalam Rapat Badan Anggaran (Banggar) DPRD DKI Jakarta mengenai Perubahan APBD DKI Jakarta Tahun Anggaran (TA) 2025. Rapat Banggar dipimpin Ketua DPRD DKI Jakarta, Khoirudin, Senin (28/7/2025), di gedung DPRD DKI Jakarta.
Harapan yang diungkap dalam rapat Banggar ini menambah keinginan untuk melihat dari dekat bagaimana sesungguhnya model dan bentuk Sports Center DPRD DKI Jakarta yang di dalamnya ada Fitness Center yang dikatakan belum lengkap itu.
Dari pandangan mata terlihat Sports Center DPRD DKI Jakarta sudah bagus dan sudah diresmikan 25 Juli 2025. Ada lapangan badminton, tenis meja, Fitness Center dengan isinya dan tempat atau ruangan Sauna.
Lapangan badminton bagus, ada space untuk penonton. Tenis meja bagus. Fitness bagus dengan peralatannya. Ruang sauna terkunci sehingga tidak bisa dilihat dari dekat bagaimana bentuknya.
Meski tidak bisa melihat secara langsung ruang Sauna, kata seorang pegawai, kapasitasnya cukup bangus, bisa menampung delapan orang karena bentuknya memanjang.
Lalu pertanyaan apa yang kurang khususnya untuk fitness. Apa alat yang kurang? Apa yang ada, belum cukup? Kalau pun harus ditambah alatnya, dimana harus diletakan atau diposisikan?
Rasanya Sports Center DPRD DKI Jakarta dengan peralatannya sudah cukup, sudah bangus, termasuk fitness. Tambahan lagi, dewan datang ke DPRD pun tidak tiap hari. Kalau pun datang, juga tidak sepanjang hari sehingga rasanya, sudah cukup fasilitas fitness, tidak perlu ditambah karena tidak setiap hari dipakai.
Dan, pihak Sekretariat Dewan, tentu sudah memperhitungkan dengan melihat dan mempertimbangkan space yang ada. Tidak perlu harus lengkap banget, tidak perlu mewah, kan tidak digunakan setiap hari.
Apalagi, ada wakil rakyat, Lukman Hakim dan Inggard Joshua dalam rapat Banggar itu, juga menyoroti kemiskinan, kekumuhan tempat tinggal warga atau warga putus sekolah karena tidak ada biaya. Karena itu, rasanya juga miris, Sport Center DPRD DKI Jakarta khususnya alat fitnes harus lengkap dan bagus sementara rakyat yang seharusnya menjadi fokus perjuangan dewan, masih banyak yang miskin, tidak mampu sekolah karena biaya, banyak RT kumuh, stunting karena kurang air bersih dan sanitasi buruk.
Terlebih lagi, beberapa kali Ketua Komisi A DPRD DKI Jakarta, Inggard Joshua dalam rapat kerja dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pun pernah mengatakan “gedung DPRD DKI Jakarta sudah mewah, sudah kaya hotel bintang lima”.
Anggaran perlu fokus untuk hal-hal yang langsung menyentuh kepentingan rakyat. Artinya, sebagai wakil rakyat memang perjuanganya untuk rakyat Jakarta agar hidup mereka lebih baik, lebih sejahtera. Jangan sampai rakyat Jakarta yang seharusnya menjadi arah perjuangan terabaikan.
Fasilitas gedung DPRD DKI Jakarta untuk menunjang kerja dewan memang harus baik, itu perlu, harus bahkan boleh dikatakan mutlak selama rakyat pun sudah aman, nyaman dan hidup baik, pendidikan baik, miskin tidak ada dan pemukiman kumuh pun sudah dibenahi.
Jangan sampai rakyat masih susah, putus sekolah, kurang gizi sementara fasilitas gedung dewan dirasa kurang, dipersoalkan serta dipermasalahkan agar dilengkapi dan dibenahi.
Miris, kalau setiap keluhan dewan minta dipenuhi sementara di sisi lain, rakyat masih menderita, rakyat masih miskin, lingkungan tempat mereka tinggal kumuh. “Don’t be happy on others suffering”, ini perlu direnungkan. Seperti kata Socrates “Hidup yang tidak direnungkan, tidak layak untuk dihidupi”.*
*Andreas Piatu, Pemimpin Redaksi realitasindonesia.com