
TANPA diduga, rencana impor lampu kristal dari Ceko, menarik sementara pihak. Jadi bahan omon-omon, termasuk di warung kopi di salah satu sudut balaikota. Ada apa sesungguhnya dengan lampu kristal dari Ceko?
Apakah karena lampu kristal Ceko bagus, antik, tidak ada negara lain yang menjual atau karena kita perlu gaya, perlu casing dan tidak mau menggunakan produk dalam negeri. Dan seribu tanya lain sampai kenapa jauh ke Ceko hanya untuk mendapatkan lampu kristal.
Lepas dari berbagai pertanyaan, satu hal pasti, lampu kristal dari Ceko yang mau diimpor atau dibeli, menarik dan menjadi pembicaraan serta sorotan, tidak hanya oleh wakil rakyat tetapi juga rakyat kebanyakan. Rakyat warung kopi dan bisa juga rakyat di seputar balaikota.
Ketika Rapat Komisi A DPRD DKI Jakarta dengan mitra eksekutif tentang usulan anggaran dalam APBD Perubahan 2024, Minggu (11/2/2024), rencana beli lampu kristal dari Ceko, salah satu poin penting yang menjadi sorotan.
Adalah seorang wakil rakyat dari Fraksi PSI Simon Lamakadu, memberi perhatian khusus soal lampu kristal yang mau didatangkan dari Cekoslovakia. Simon tidak hanya bicara soal lampu kristal dari Ceko. Wakil rakyat ini pun menyoroti harga yang tidak murah. Harga mencapai Rp 780 juta per unit.
Bahkan tidak kalah penting, Simon bicara tentang jumlah unit lampu kristal yang mau dibeli dari Ceko. Buat Simon terasa aneh karena dari data ada enam unit yang mau diimpor tetapi paparan Biro Umum dan Sekretariat Daerah (Setda) Pemda DKI Jakarta hanya tiga unit.
Ternyata bukan hanya Simon. Lauw Siegvrieda, Anggota Komisi A dari Fraksi PDIP, pun tidak kalah menyikapi lampu kristal asal Ceko. Baginya, lampu lama masih bisa digunakan dengan dilap, dibersihkan atau dicuci.
Sorotan wakil rakyat dalam rapat kerja, tidak lebih hebat dengan omon-omon di luar ruang rapat. Bisik-bisik luar ruang rapat itu memakai istilah impor dan bukan lagi beli dari Cekoslovakia.
Kalau memang mau impor lampu kristal dari Ceko, bisa tidak, nanti harus ada bukti pajak impor. Dan tidak berhenti di situ, pembicaraan dan bisik-bisik yang berseliweran seputar rencana beli lampu kristal dari negara jauh, Cekoslovakia.
Malahan ada suara, kalau cari barang antik lampu kristal datang aja ke Pasar Ular, Jakarta Utara. Tidak perlu harus cari jauh – jauh ke Ceko. Begitupula bisik- bisik dan suara yang terdengar seputar lampu kristal yang mau dibeli dengan harga Rp 780 juta per unit.
Apa suara ini salah? Apa suara seperti ini boleh? Jawaban pasti, tidak ada yang melarang, boleh. Apakah benar, tergantung mau dan dari sudut pandang mana melihat rencana beli lampu kristal dari Ceko.
Yang pasti semua harus dipikirkan dan direnungkan agar tidak salah mengambil kebijakan untuk rakyat banyak dan tidak sekadar memperindah balaikota di tengah suara jerit kepahitan hidup warga Jakarta.
Banyak warga bertebaran di pinggir jalan dengan gerobak sambil membawa anak mencari makan. Mereka bekerja bukan untuk menumpuk kekayaan tetapi sekadar bertahan hidup. Mereka anak bangsa.
Permenungan itu mendasar. Karena itu benarlah ungkapan ini, “Yang punya keinginan untuk melakukan haruslah merenungkan”.
Karena itu bersama Socrates, mari kita berkata, “Hidup yang tidak direnungkan atau diperiksa, tidak layak untuk hidup”.
Semoga kita masih punya waktu untuk merenung. (andreas)