Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah.
Jakarta, RIC – Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad menghadiri Kongres III Projo menjadi sorotan dan spekulasi tajam.
Terkait hal tersebut, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah, langkah Dasco menghadiri forum yang selama ini dikenal sebagai basis pendukung Jokowi bukan sekadar simbol komunikasi politik, melainkan cerminan dari upaya menjaga stabilitas kekuasaan di tengah potensi konflik kepentingan antar faksi politik pasca Pilpres 2024.
Posisi Dasco dalam kongres tersebut jelas: ia hadir sebagai Wakil Ketua Umum atau Ketua Harian Partai Gerindra, mewakili Ketua Umum Prabowo Subianto. “Kehadiran Dasco dalam kongres Projo tidak memiliki bobot kenegaraan. Ini adalah gerak politik praktis, bukan representasi dari kepentingan negara yang diemban Prabowo sebagai Presiden,” ungkap Amir Hamzah, Ahad (2/11/2025).
Namun di balik kesan sederhana itu, Amir melihat lapisan strategi yang lebih dalam. Dalam analisis intelijen, setiap interaksi antar-kelompok politik pasca pemilu selalu memiliki dua sisi: strategi operandi dan vivendi.
“Strategi operandi adalah pola tindakan yang bersifat taktis, cepat dan sering kali agresif. Sedangkan strategi vivendi adalah pola adaptif —suatu cara hidup berdampingan, mencari titik kompromi agar konflik tidak berkembang menjadi destruktif,” jelas Amir.
Menurut Amir, kehadiran Dasco dalam forum yang diisi kader-kader dan loyalis Jokowi dapat dibaca sebagai pergeseran taktis. Projo yang sebelumnya dikenal luas sebagai “gerombolannya Jokowi” kini tampak berusaha mendekat ke orbit politik Gerindra. Ini adalah bentuk realignment —penyesuaian posisi dalam ekosistem kekuasaan baru.
Benturan kepentingan antara kelompok lama (Jokowi–Projo) dan kekuatan baru (Gerindra–Prabowo) adalah keniscayaan. Ketika politik diarahkan untuk membangun dan mempertahankan kekuasaan, benturan seperti ini tidak bisa dihindari. Namun, para aktor cerdas seperti Dasco justru memainkan peran untuk menurunkan suhu konflik.
Dalam kerangka intelijen politik, modus vivendi menjadi kunci menjaga stabilitas di tengah tarikan kepentingan yang keras. Amir menjelaskan pola ini sering digunakan oleh tokoh-tokoh politik senior untuk meredam ketegangan tanpa harus menyelesaikan akar konflik secara langsung dan tuntas.
“Prabowo dan lingkaran dalamnya tampaknya memahami bahwa mempertahankan stabilitas politik pasca-pemilu lebih penting daripada menunjukkan dominasi frontal. Kehadiran Dasco di Kongres Projo bisa dimaknai sebagai sinyal bahwa Gerindra tidak menutup pintu bagi siapa pun, termasuk kelompok Jokowi, selama mereka bersedia menyesuaikan diri dengan tatanan baru kekuasaan,” jelas Amir.
Dasco sedang memainkan peran simbolik namun strategis —memperlihatkan kepada publik bahwa Gerindra bersikap inklusif, tetapi tetap dengan kendali politik di tangan Prabowo. Langkah ini juga menunjukkan Prabowo tidak ingin membiarkan pihak mana pun membentuk blok politik tandingan dari dalam pemerintahan.
Meski begitu, Amir memberi catatan, strategi operandi yang dilakukan tanpa kalkulasi matang justru bisa memperpanjang konflik. “Kalau langkah mendekati Projo hanya dianggap basa-basi politik tanpa ada mekanisme integrasi yang jelas, maka gesekan lama akan muncul kembali. Dalam politik praktis, kepura-puraan bisa berumur pendek,” tegas Amir.
Amir juga menyinggung Projo sebagai entitas politik kini berada di persimpangan jalan. Mereka kehilangan jangkar setelah Jokowi tak lagi memegang kekuasaan penuh. Karena itu, mereka mencoba mencari tempat aman di bawah bayang-bayang Gerindra. Tapi Gerindra tentu punya pertimbangan: menerima dukungan tanpa membiarkan infiltrasi.
Pasca menghadiri kongres, performa politik Dasco menurut Amir menunjukkan karakter “straregi vivendi” yang matang. Ia tidak menonjolkan euforia, tetapi juga tidak menjaga jarak berlebihan. “Gaya komunikasi Dasco yang tenang, diplomatis, dan tidak emosional adalah sinyal bahwa dia memahami pentingnya menjaga keseimbangan politik. Ia tidak datang untuk bersekutu, tetapi untuk mengamati dan mengendalikan dinamika dari dekat,” terang Amir.
Langkah seperti ini penting untuk memetakan ulang jaringan kekuatan pasca transisi kekuasaan, terutama mengidentifikasi potensi perlawanan yang bersumber dari bekas pendukung Jokowi yang belum siap menerima perubahan.
Amir Hamzah menutup analisanya dengan penegasan kehadiran Dasco di Kongres Projo adalah manuver adaptif khas intelijen politik tingkat tinggi. “Ia tidak membawa pesan negara, tetapi membawa misi stabilitas kekuasaan. Ini adalah bagian dari proses membangun modus vivendi antara faksi Jokowi dan Gerindra di era Prabowo,” pungkas Amir. *man