
Presiden Prabowo Subianto melantik sejumlah menteri di Istana Negara, Rabu (17/9/2025). Satu diantara menteri tersebut Jenderal (Kehormatan) Djamari Chaniago menggantikan Jenderal (Pol) Budi Gunawan. Reshuflle jilid 2 ini ditengarai mulai menggeser Geng Solo. *ist
Jakarta, RIC – Presiden Prabowo Subianto telah melantik sejumlah menteri di Istana kemarin, Rabu (17/9/2025). Pelantikan para menteri dalam Kabinet Merah Putih Jilid 2 ini menjadi sorotan besar di lingkar politik nasional.
Sejumlah pos penting mengalami pergeseran, dengan pergantian Menko Polhukam dari pejabat lama ke sosok baru, Djamari Chaniago, menandai arah konsolidasi baru Presiden Prabowo Subianto.
Langkah ini memunculkan tafsir politik: apakah ini sinyal penyusutan pengaruh “Geng Solo”—istilah populer untuk kelompok pendukung setia mantan Presiden Joko Widodo (Jokowi) asal Solo yang sebelumnya dianggap punya peran strategis dalam pemerintahan.
Penunjukan Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Politik dan Keamanan dipandang bukan sekadar rotasi. Djamari memiliki reputasi kuat di Bidang Intelijen dan Operasi Strategis. Di tengah situasi geopolitik yang dinamis —dari ketegangan Laut Cina Selatan hingga ancaman teror siber— Prabowo dinilai membutuhkan figur dengan kecakapan analitik dan jejaring intelijen mumpuni.
“Prabowo sedang memastikan bahwa seluruh jalur informasi politik dan keamanan berada dalam kendali yang akurat,” papar Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah dalam analisa tertulisnya, Rabu (17/9/2025).
Menurut Amir, data intelijen yang tajam menjadi modal utama menghadapi dinamika lima tahun mendatang, termasuk peta kekuatan politik dalam negeri.
Perubahan tak hanya menyentuh posisi Menko Polhukam. Pencopotan Kepala PCO Hasan Nasbi —figur yang kerap dikaitkan dengan lingkaran “Geng Solo”— menambah kuat kesan adanya penataan ulang. Hasan sebelumnya dikenal sebagai sosok yang rajin membangun komunikasi antara jejaring Solo dan Istana.
Amir menilai langkah ini merupakan pesan simbolis. “Prabowo tampaknya menginginkan pemerintahan yang lebih bebas dari friksi lama. Mengurangi pengaruh kelompok tertentu memberi ruang bagi keseimbangan baru, terutama dalam relasi dengan partai-partai pendukung dan kekuatan militer,” tulis Amir.
Amir melihat reshuffle jilid 2 ini bukan semata-mata soal kinerja kementerian. Dalam lanskap politik pasca transisi Jokowi–Prabowo, isu kesinambungan dan jarak politik menjadi dua sisi mata uang yang sulit dihindari. “Geng Solo” yang selama ini dianggap sebagai kepanjangan tangan kepentingan lama mungkin mulai kehilangan posisi kunci, tetapi tidak serta-merta hilang pengaruh.
Amir menekankan Prabowo cenderung berhitung jangka panjang. “Langkahnya selalu gradual. Menggeser figur kunci lebih ke arah pelemahan perlahan, bukan pemutusan drastis. Ini khas gaya seorang mantan prajurit: observasi, kalkulasi, lalu eksekusi tahap demi tahap,” jelasnya.
Dari perspektif pemerintahan, penguatan pos politik-keamanan melalui Djamari Chaniago diperkirakan akan memperlancar koordinasi antar -lembaga. Tantangan utama adalah menjaga stabilitas politik sambil menyiapkan peta jalan ekonomi dan pertahanan yang sudah dicanangkan.
“Bila konsolidasi intelijen dan politik ini berjalan mulus, Prabowo akan lebih leluasa mengeksekusi agenda strategis, termasuk investasi pertahanan dan kedaulatan pangan, tanpa terganggu rivalitas internal,” tandas Amir. *man