Juru Bicara dan Juru Runding The Collateral House Amir Hamzah. *Kirman/ric
Jakarta, RIC — Presiden Prabowo Subianto mengaku bertanggung jawab atas utang Kereta Cepat Jakarta – Bandung, Whoosh. Besaran cicilan utang Whoosh yang musti dibayar setiap tahun sebesar Rp1,2 Trilyun dan berlangsung selama 30 tahun.
Lalu bagaimana dengan utang – utang lain warisan Presiden Joko Widodo, apakah Presiden Prabowo juga bertanggung jawab? Dari sumber keuangan mana Presiden Prabowo membayar cicilan utang itu? Bagaimana pula penyelesaian masalah hukum yang menyelimuti terjadinya utang – utang itu?
Menilik permasalah pelik soal utang, cicilan utang, dugaan korupsi manipulasi kolusi mark up dan oknum pejabat serta sumber keuangan untuk membayarnya, Juru Bicara dan Juru Runding The Collateral House Amir Hamzah menyatakan, Presiden Prabowo Subianto punya dua pilihan. Pertama, mengikuti skema Bank Dunia dan IMF. Kedua, memanfaatkan dan GCA.
Jika mengikuti skema Bank Dunia dan IMF, lanjut Amir, utang Indonesia bukan makin berkurang justru akan makin besar. “Bukan pilihan terbaik,” ujar Amir.
Presiden Prabowo juga tidak menggunakan keuangan dalam negeri atau APBN untuk menutupi semua cicilan utang – utang. Banyak program yang harus dibiayai menggunakan APBN. Rakyat sudah bereaksi keras dengan rencana tersebut.
“Tidak ada jalan lain kecuali menggunakan dana GCA,” saran Amir.
Terkait utang utang dengan Cina —bukan hanya Whoosh—, pemerintah tidak perlu repot karena GCA dengan akun referensi Spiritual Wonder Boy dan White Spiritual Boy ada di Bank China Development dan bank – bank lainnya yang ada di Cina.
Kenapa Presiden Prabowo harus mengambil saran tersebut? Penggunaan dana Global Collateral Account tidak bersifat riba. “Sifat GCA itu syari’ah. Presiden atas nama negara tidak perlu bayar bunga. Jadi tidak perlu menggunakan APBN untuk bayar cicilan utang. APBN bisa dimanfaatkan untuk program – program lain yang dijanjikan Presiden Prabowo,” terang Amir.
Sertifikasi Collateral Redenominasi
Masih menurut Amir, penggunaan dana GCA tak hanya melulu untuk melunasi utang, bisa juga dimanfaatkan untuk jaminan cetak uang baru. Sertifikasi GCA sebagai Collateral diperlukan guna menyukseskan program Redenominasi yang dikeluarkan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Selain itu, karena sudah ada putusan Bank Dunia yang melarang Bank Indonesia cetak karena BI membayar cicilan utang jadi tidak menggunakan aset untuk cetak uang baru.
Dalam kesempatan itu, Amir memberikan contoh penggunaan dana GCA oleh Presiden AS Donald Trump saat akan berakhir periode pertamanya. “Tak hanya itu, beberapa negara dari Benua Afrika juga sudah mengajukan permohonan untuk penjamin cetak uang,” jelas Amir.
Sekadar untuk diketahui, GCA ini milik putra asli Indonesia Inderawan Hery Widyanto. Ia merupakan keturunan Raja Cakraningrat. Dana GCA selain tersebar pada setiap bank sentral di seluruh dunia, dana GCA juga ada di Bank Dunia. Nomor rekening GCA 103.357.777.
“Kami siap membantu bangsa dan negara dengan dana yang kami miliki untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Presiden Prabowo bisa menugaskan Menteri Keuangan untuk berdialog dengan kami,” pungkas Amir. *man