
Dua organisasi masyarakat (ormas), Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) dan Front Persaudaraan Islam (FPI), terlibat bentrok saat acara pengajian Habib Rizieq di Pemalang. *Ilustrasi/ist
Jakarta, RIC — Konflik antara kelompok Perjuangan Walisongo Indonesia Laskar Sabilillah (PWI LS) dengan kelompok sebagian kalangan Habaib dalam beberapa pekan ini menimbulkan beberapa insiden di sejumlah daerah. Konflik tersebut juga memicu perdebatan sengit.
Dalam pandangan Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah munculnya ketegangan antara PWI-LS dengan sebagian kalangan habaib, konflik tersebut bukan terjadi secara alami, melainkan dipicu aktor intelektual yang ingin mengguncang stabilitas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Menurut Amir, gesekan antara dua kelompok yang sama-sama memiliki basis keagamaan kuat ini merupakan strategi adu domba yang berbahaya. Ia menyebutkan, narasi yang menonjolkan perbedaan garis keturunan, tradisi dan tafsir keagamaan sengaja diperuncing oleh pihak-pihak yang memiliki agenda politik terselubung.
“Ada aktor intelektual yang memainkan isu identitas dan keturunan untuk mengadu umat. Tujuannya jelas, agar bangsa ini terpecah dan konsentrasi pemerintahan terganggu,” ungkap Amir Hamzah dalam keterangannya, Senin (6/10/2025).
Konflik antara PWI-LS dan habaib bisa menjadi bom waktu yang mengancam persatuan nasional. Kedua pihak memiliki pengaruh kuat di akar rumput dan sama-sama berperan dalam menjaga nilai-nilai ke-Islaman di Indonesia. Jika dibiarkan, pertikaian ini bisa melebar menjadi konflik horizontal dengan dimensi sosial dan politik yang sulit dikendalikan.
“Ini bukan sekadar perdebatan keagamaan, tapi sudah mengarah ke polarisasi sosial. Kalau tidak segera ditangani, bisa menjadi gangguan serius terhadap stabilitas politik pemerintahan Prabowo,” tegas Amir.
Menurut Amir, pengalaman sejarah menunjukkan provokasi berbasis agama dan keturunan kerap digunakan untuk melemahkan kekuasaan yang sah. Dalam konteks pemerintahan Prabowo, Amir menduga ada pihak yang merasa terancam oleh konsolidasi kekuasaan nasional yang mulai menguat, sehingga berupaya memecah dukungan melalui isu-isu sensitif.
Amir meminta aparat penegak hukum dan lembaga intelijen untuk bertindak cepat, mengidentifikasi dan menindak para provokator yang mengompori konflik ini.
Menurutnya, pendekatan keamanan saja tidak cukup, karena akar masalahnya bersifat psikologis dan ideologis. “Negara harus hadir bukan hanya dengan kekuatan hukum, tapi juga dengan komunikasi sosial. Intelijen harus bekerja secara halus untuk memetakan sumber provokasi, sementara tokoh-tokoh agama diajak duduk bersama,” katanya.
Ia juga menyarankan agar pemerintah melakukan dialog nasional lintas ulama yang melibatkan perwakilan habaib dan PWI-LS untuk meredakan ketegangan dan mengembalikan semangat ukhuwah Islamiyah.
Dalam analisisnya, Amir melihat munculnya konflik ini tak lepas dari upaya pihak tertentu yang mencoba menguji daya tahan pemerintahan baru terhadap gejolak sosial. Isu agama selalu menjadi alat paling efektif untuk menggerakkan emosi publik —terlebih menjelang masa-masa awal konsolidasi pemerintahan.
“Aktor di balik ini ingin menciptakan kesan pemerintahan Prabowo tidak solid menghadapi dinamika sosial. Kalau isu ini terus dipelihara, bisa menjadi amunisi bagi kelompok oposisi atau kekuatan luar negeri yang ingin melihat Indonesia goyah,” tambahnya.
Amir juga menyinggung kemungkinan adanya pengaruh eksternal yang memanfaatkan media sosial untuk memperkeruh suasana. Ia menilai penyebaran video provokatif, potongan ceramah dan narasi kebencian yang masif di dunia maya merupakan indikasi adanya operasi informasi terstruktur.
Dalam akhir analisisnya, mantan Staf Khusus Wapres Adam Malik ini, mengajak seluruh pihak, baik tokoh agama maupun masyarakat umum, untuk tidak terjebak dalam provokasi dan fitnah. Saat ini Bangsa Indonesia membutuhkan ketenangan agar pemerintahan bisa fokus menjalankan program pembangunan dan memperkuat posisi negara di tengah dinamika global.
“Yang kita hadapi bukan hanya lawan politik, tapi perang opini dan disinformasi. Jangan sampai kita diadu oleh mereka yang ingin melihat bangsa ini terpecah,” tegasnya.
Amir berharap, Presiden Prabowo dan jajaran kabinet segera mengambil langkah komunikasi nasional, memulihkan suasana dan menegaskan kembali komitmen pemerintah untuk melindungi semua elemen umat tanpa diskriminasi. *man