
Presiden Prabowo bersama Pimpinan 16 Ormas Islam terkait amuk massa, Sabtu (30/8/2025). *ist
Jakarta, RIC – Pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Pimpinan 16 Ormas Islam, pada Sabtu (30/8/2025), seperti mengulang peristiwa Pertemuan Presiden Suharto dengan tokoh tokoh Islam pada 1998 lalu. Pemicu pertemuan pun terbilang sama, amok massa.
Terkait hal tersebut, Pengamat Intelijen dan Geopolitik Amir Hamzah mengungkapkan ada orang yang membandingkan pertemuan Presiden Prabowo dengan Pimpinan 16 Ormas Islam, baru baru ini, dengan pertemuan Presiden Suharto bersama tokoh – tokoh Islam pada 1998 lalu.
Namun orang tidak melihat ada perbedaan yang sangat prinsipal antara pertemuan Presiden Suharto dengan pertemuan Presiden Prabowo.
“Pada pertemuan dengan Presiden Suharto, beliau mengharapkan dukungan tokoh – tokoh Islam pada waktu itu. Namun harapan beliau menjadi hampa karena tokoh – tokoh itu justru mendorong Presiden Suharto untuk mundur yang ternyata kemudian Presiden Suharto mundur,” kata Amir, Minggu (31/8/2025).
Sedangkan dalam pertemuan dengan Presiden Prabowo sekalipun tanpa diminta namun tokoh tokoh ormas Islam itu memberikan dukungan serta ikut memperkuat harapan Presiden Prabowo dalam mengajak masyarakat untuk terus bersatu memelihara integritas, kedaulatan negara, serta stabilitas politik dan keamanan nasional.
Menurut Amir, hal ini mengindikasikan umat Islam pada khususnya dan tentu umat beragama lainnya masih tetap mempercayai bahwa amanat atau mandat yang diberikan kepada Presiden Prabowo akan ditunaikan sesuai dengan kepentingan nasional.
“Belajar dari sejarah dengan memperhatikan dan memperbandingkan yang saya sebutkan di atas, maka terhadap sikap yang telah ditunjukan pimpinan ormas Islam itu ada harga yang harus dibayar tunai oleh Presiden Prabowo,” terang Amir.
Masih menurut Amir, dapat ditangkap dari pertemuan itu dukungan yang mereka berikan kepada Presiden Prabowo sekaligus merupakan harapan agar hal – hal yang merugikan kepentingan umat Islam, kriminalisasi selama kepemimpinan Presiden Jokowi, sikap Polri selama kepemimpinan Jokowi ditempatkan sebagai musuh termasuk dalam peristiwa KM 50 serta pelbagai peraturan dan perundang – undangan yang merugikan Islam dan umat Islam seperi pembubaran FPI dan HTI, harus menjadi perhatian serius Presiden Prabowo.
Untuk memperbaiki hal dimaksud Presiden Prabowo harus secara serius merespons hal itu untuk mengobati rasa sakit hati dan kekecewaan umat Islam.
“Untuk itu Presiden Prabowo perlu melakukan kajian terhadap pejabat mana saja termasuk perundang – undangan yang mereka terbitkan yang bukan saja merugikan umat Islam tapi mengandumg agenda tersembunyi untuk secara sistematis melakukan marjinalisasi terhadap umat Islam serta mendorong terjadinya deislamisasi dan maraknya islamobia,” kata Amir lagi.
Berbagai kebijakan yang dilakukan oleh menteri kesehatan termasuk rencana kerjasama dengan WHO jelas jelas merupakan kebijakan yang dapat merusak kehidupan ke-Islaman dalam tatanan kebangsaan dan kenegaraan kita.
Sikap pejabat negara seperti LBP yang sering melakukan berbagai manuver politik untuk membatasi dan menutup alur partisipasi umat Islam juga merupakan hal yang harus mendapatkan perhatian serius dari Presiden Prabowo.
Amir menambahkan, demikian pula halnya dengan beberapa kebiasaan Jenderal Hendropriyono yang selalu melakukan manipulasi informasi intelijen untuk mempersempit dan menghambat ruang gerak umat Islam merupakan indikasi kuat bahwa kedua purnawirawan tersebut tidak layak diikutsertakan Presiden Prabowo dalam pengelolaan kehidupan kebangsaan dan kenegaraan.
“Dalam rangka itulah, maka selain Sri Mulyani dan Tito Karnavian yang sudah marak dituntut untuk dicopot dari jabatannya maka Presiden Prabowo juga diharapkan juga mencopot Menteri Kesehatan dan tidak memposisikan lagi kedua jenderal purnawirawan tersebut dalam lingkaran kekuasaan Kepresidenan Prabowo,” pungkas Amir. *man